Hujan sudah setengah jam yang lalu berhenti menyiram bumi. Meskipun sinar matahari masih malu-malu menyinari setengah belahan bumi lainya, tapi hawa panas yang ditimbulkannya, sedikit membuat empat manusia yang duduk berseberangan itu merasa gerah. Hampir sepuluh menit mereka terdiam, tanpa kata setelah Hanif mengutarakan maksud kedatangannya ke rumah yang berlokasi tak jauh dari tempat tinggalnya, berniat melamar Hana menjadi istrinya.
"Melamar?!" Terdengar keterkejutan di nada suara bunda Hana mendengar keinginan laki-laki sepantaran anak perempuannya yang ingin melamar Hana, di siang ini.
Pandangan bunda menoleh menatap Hana yang menekukkan kepalanya, tak berani menatap bunda di sebelahnya. Keinginan Hanif sontak membuat dia kehilangan muka di hadapan bunda dan juga Rina. Hana tidak pernah menyangka jika maksud kedatangan Hanif kemari adalah melamar dirinya.
"Iya, saya ingin meminta izin Ibu untuk melamar Hana menjadi istri saya!"
Rina yang duduk di sebelah Hana hanya mampu menahan bibirnya agar tidak kelepasan bicara. Baginya ini berita besar. Dan ternyata, pak dosen ini punya nyali juga untuk melamar kakak sepupunya.
"Tapi--" bunda Hana terlihat memperbaiki posisi duduknya. Berkali-kali dia menggosokkan telapak tangannya ke gamis yang dipakainya. Gugup? Jelas saja!. Ini adalah berita yang sangat mengejutkan baginya. Beberapa waktu yang lalu dia pernah bertanya kepada Hana apakah Hana menyukai laki-laki yang kini tengah melamarnya itu? Dan Hana dengan mantap menjawab tidak. "--Hana tidak pernah membicarakan soal hubungan nak Hanif dengan Hana kepada Ibu. Tapi sekarang kenapa--?"
"Memang, saya--maksudnya kami, memang tidak pernah terlibat hubungan yang serius. Kami hanya sekedar teman. Tapi, saya sudah menyukai Hana sejak duduk di bangku kuliah!" Kepala Hana terangkat demi mendengar ucapan Hanif. Rina yang duduk di samping, menatap Hanif lekat. Lalu membatin. Ohh, pantas.
"Dulu, saya memang belum mampu secara emosi mengungkapkan perasaan saya. Begitu banyak pertimbangan, hingga--" Hanif menghela nafas,"dalam sekejap semuanya terlepas dari saya! Dan sekarang, saat kesempatan itu telah ada, saya tidak ingin mensia-siakannya lagi!" Ujar Hanif mantap. "Kalau Ibu tidak keberatan--"
"Berhenti!" Tiba-tiba Hana menyela, membuat Hanif, Rina dan bundanya memandang kaget ke arahnya. Hana sudah berdiri dari duduknya. "Maaf, nif! Sepertinya kamu salah waktu datang kemari. Dan tujuan kamu juga tidak tepat. Aku bukan perempuan yang dengan mudah kamu lamar begitu saja, lalu dengan entengnya menjawab ya! Maaf, kalau itu yang kamu pikirkan, kamu salah orang!"
"Hana!" Tegur bundanya. "Kamu gak sopan!"
"Maaf, nif! Kalau sudah selesai, kamu boleh pulang! Maaf, kalau jawabanku mengecewakanmu!" Setelah menghabiskan kalimatnya, Hana berlalu dari hadapan Hanif. Masuk ke dalam kamarnya.
Hanif terdiam. Bunda Hana serba salah. "Maafkan Hana ya nak Hanif!"
Hanif mengulum senyum. "Gak apa-apa, bu!". Meskipun tak sesuai seperti yang diharapkannya, tapi Hanif telah melewati ketakutannya untuk kembali memulai hidup baru. Dan sayangnya, orang yang ingin dia habiskan untuk hidup bersama hingga tua, masih saja Hana, gadis ceria yang selalu membuat hari-harinya menyenangkan.
♡♡♡♡♡
"Kamu gak sopan!" Suara bunda langsung menginterupsi Hana, begitu Hanif pulang. "Kalau tidak suka, katakan saja baik-baik! Tidak perlu seperti tadi!"
Hana mendesah. "Bunda tidak pernah mengajarkan kamu berlaku tidak sopan di depan orang lain. Seharusnya kamu sudah paham dengan tata krama seperti itu. Kamu sudah dewasa. Jangan bersikap seperti anak-anak lagi!" Tekan Bunda tegas, membuat Hana tak berkutik. Setelah mengatakan apa yang ingin dikatakannya, bunda keluar dari kamar Hana. Raut kecewa tergambar jelas di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta H2 ✔
RomanceHana dan Hanif bertemu setelah sekian lama terpisah. Namun situasi mereka tak sama lagi. Keduanya sama-sama telah terikat pernikahan dan memiliki anak. Tapi cinta tak pernah kenal waktu. Cinta mampu menembus hati yang batu sekalipun. Cinta mampu men...