CINTA H2; 28

3.2K 253 3
                                    

Hanif duduk sambil melamun di depan mejanya. Hari ini, setelah mengantarkan Nadia ke sekolah, Hanif bertemu dengan wali kelas dan kepala sekolah Nadia.

"Apa akhir-akhir ini Nadia punya masalah di keluarga, pak?!" Tanya Siska yang merupakan wali kelas Nadia. Umur Siska sepertinya tak jauh berbeda dari Hanif.

"Gak ada bu Siska. Keluarga saya aman-aman saja!" Jawab Hanif bingung dengan pertanyaan wali kelas Nadia. Siska mendesah.

"Tujuan kami meminta bapak datang ke sekolah hari ini adalah karena banyaknya perubahan yang terjadi di dalam diri Nadia!"

"Maksudnya?!" Dua alis Hanif menyatu.

"Bapak tahu, sudah berapa sering Nadia bertengkar dengan teman-temannya?!"

"Maksud ibu perkelahian dua hari yang lalu itu?!" Hanif menatap Siska dan kepala sekolah bergantian. "Bukannya, temannya yang salah, karena mengejek Nadia anak pembawa sial?!"

Siska menelan ludahnya. Lalu mengangguk. "Soal masalah itu, kami sudah memberi sangsi kepada siswa bersangkutan dan sudah melapor juga kepada orang tuanya!" Siska berdehem. " tapi, selain pertengkaran dua hari yang lalu, sebelumnya, Nadia sudah sering bertengkar juga dengan teman yang lain, pak Hanif!" Tekan Siska.

Hanif bergeming. Tampak berpikir karena ucapan Siska yang diluar dugaannya. "Apa Nadia tidak cerita sama pak Hanif!"

"Tidak!" Siska memandang kepala sekolah. Hanif merubah posisi duduknya. "Tolong jelaskan ada apa ini sebenarnya?!"

"Sebelumnya saya minta maaf terlebih dahulu, pak! Akhir-akhir ini, Nadia seperti kehilangan konsentrasi dalam belajar. Emosinya juga tak menentu. Acap kali, setiap temannya meledeknya, berakhir dengan perkelahian dan baku hantam! Dan orang tua murid mengadu, karena Nadia sudah beberapa kali membuat temannya terluka, bahkan ada yang dijahit. Sebulan yang lalu, pihak sekolah sudah mengirimkan surat kepada bapak melalui Nadia. Kami meminta bapak untuk Hadir ke sekolah. Tapi pak Hanif tak kunjung datang. Kami memaklumi, mungkin bapak sibuk. Dan puncaknya kemarin, saat Nadia bertengkar dengan temannya. Orang tua murid tak terima karena Nadia sudah membuat bibir anak itu luka dan dijahit!!"

Bagai disambar petir, Hanif mendengar penjelasan Siska. Sungguh, Hanif sukar menerima penjelasan Siska tentang Nadia. Nadia yang dikenalnya tidak seperti yang dituturkan Siska. Tapi kalau memang Nadia bersalah, maka Hanif tak akan sungkan untuk meminta maaf kepada orang tua murid tersebut dan menghukum Nadia.

"Saya rasa, pak Hanif harus sering menemani Nadia di rumah! Bisa jadi itu karena efek tak punya seseorang untuk bercerita. Ehm,,apalagi, Nadia anak tunggal, ibunya juga sudah meninggal, saya rasa sebagai seorang ibu, saya memahami posisi Nadia, pak! Nadia itu butuh kasih sayang. Acap kali saya perhatikan, Nadia suka melamun melihat teman-temannya yang pulang dijemput ibu atau ayah mereka. Sementara Nadia--" Siska menggantungkan kalimatnya. Hanif seperti tertohok mendengar perkataan Siska. Seolah-olah itu teguran yang diberikan Siska untuknya agar jangan terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

Apa iya Nadia sedramatis itu?! Selama ini, Hanif menganggap Nadia adalah anak yang ceria. Dia selalu bisa membuat Hanif tersenyum. Lalu kenapa Nadia jadi emosi begini?!

Setelah berbasa-basi sedikit, Hanifpun keluar dari ruangan kepala sekolah. Sebelum benar-benar pamit, Hanif berjalan menuju kelas Nadia. Melihat dimana Nadia duduk. Ughh! Bahkan posisi duduk anak saja Hanif tidak tahu. Mata Hanif tertumpu pada sosok yang dia kenal. Nadia duduk di urutan paling belakang, sendirian. Di depan gurunya sedang mengajar. Tapi pandangan Nadia sedang tidak dalam posisi serius belajar. Tatapan Nadia terlihat melayang entah kemana.

"Pak Hanif! Halloo!!"

Hanif tersentak dari lamunannya. Di depannya, Irna sedang berdiri menatap bingung ke arahnya.

Cinta H2 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang