Ikan segar itu sudah tidak terlihat menarik lagi di mata Hana. Pun, sayur kangkung, bayam dan segala jenisnya sudah kehilangan warna kehijauannya yang memikat mata. Gamang, Hana menaruh kembali bahan masakan yang sudah di pilihnya. Pikirannya bercabang dengan bisik-bisik tetangga yang tak pantas disebut berbisik. Suara mereka saja jelas tertangkap oleh telinga Hana.
Ternyata Ibu-ibu itu menggosipkan dirinya, yang konon katanya lagi menjalin hubungan dengan Hanif. Lebih parahnya lagi, mereka memyinggung status janda dan duda dirinya dan Hanif. Seolah status itu sangat hina di mata mereka.
Tukang sayur yang melihat gelagat Hana, terperangah. "Gak jadi belanja mbak?!" Tanyanya.
"Maaf ya, mang! Saya lupa bawa uang!" Alasan Hana sambil melirik dua Ibu-ibu yang sok sibuk memilih sayur padahal hanya akting belaka. Hana pamit sambil meminta maaf karena sudah memberi harapan palsu kepada tukang sayur itu. Tanpa banyak bicara, Hana pergi meninggalkan tukang sayur dan dua ibu-ibu yang mulai salting karena ketahuan sedang membicarakan Hana.
Mereka saling sikut menyikut bahkan setelah langkah Hana menjauh dari mereka. Mereka masih berbisik sepeninggalan Hana. Apakah hidup mereka dihabiskan hanya untuk membahas hidup orang lain, bahkan statusnya? Memangnya apa salahnya dengan janda?! Apa sebegitu buruknya status janda di mata mereka hingga pantas digosipkan seperti itu? Apa mereka tidak berpikir, bagaimana perasaan orang yang mereka gosipkan terlebih-lebih menggosip di depan orang yang bersangkutan?!.
Hana menghentakkan kakinya dengan kesal. Hana melewati rumah seseorang tanpa sepengetahuannya, orang tersebut tengah berdiri di halaman rumahnya. Melihat Hana yang berjalan sendiri tanpa menoleh sedikitpun. Mulutnya tergerak untuk memanggil.
"Hana!" Nama itu lolos juga dari mulutnya. Hana menoleh, dan kaget ketika melihat Orang yang memanggil namanya, berjalan mendekat. Hana tak punya pilihan lain untuk menghindar lagi. Berkali-kali menghindar, dan ini bukan saatnya lagi. Hana menghentikan langkah. Melirik kanan kiri. Untung jalanan sudah lengang. Orang-orang sudah pergi bekerja dan sekolah. Tapi kenapa dia belum?.
"Dari mana, Na?!" Tanyanya.
"Dari tukang sayur!" Hana menjawab. "Tapi gak jadi!"
"Kenapa?!" Matanya melihat kedua tangan Hana yang kosong.
"Banyak tukang gosip!"
"Maksudnya?!"
"Itu, orang-orang yang senang bergosip tentang kehidupan orang lain!" Hana menatap lawan bicaranya tajam, lalu melengos. Lalu dia menatap lagi. "Menurutmu, apa pantas mereka begitu?!"
"Ya--?"
"Menggosipkan orang di depan orangnya sendiri?!". Yang ditanya menggeleng. Bingung kemana maksud pertanyaan barusan.
"Siapa yang digosipkan?!" Tanyanya sejurus kemudian.
Hana menghela nafas. "Aku dan kamu, Nif!" Telak jawaban Hana. Sepesekian detik, Hanif membisu di tempatnya.
"Maksudmu, Na?!"
Hana menatap Hanif tajam. Mendadak dia jengah dengan keluguan laki-laki di hadapannya. "Iya, aku gak jadi belanja, karena tepat di depanku, ibu-ibu itu sedang membicarakan kita berdua, Nif! Ber-du-a! Seolah-olah aku makhluk tidak penting yang pantas mereka gosipkan!"
Hanif menelan ludah kasar." Memangnya apa salahku kalau aku janda? Toh aku tidak mengganggu mereka! Tapi, mereka bergosip seolah-olah, aku dan status jandaku itu layak untuk digosipkan!" Hana menatap jalanan lengang di depannya, "aku hanya ingin hidup tenang, tapi karena kamu, mereka malah menggosipkan aku yang seolah sengaja menggoda kamu!". Hana teringat dengan pesan gelap yang selalu menerornya. Sampai sekarang Hana masih belum tahu siapa pengirim pesan itu. "Jadi aku mohon, aku dan kamu menjaga jarak saja! Tidak perlu sering-sering datang ke rumah atau membawakan apa saja, yang justru mengundang bahan gosip!" Tekan Hana, membuat Hanif kehilangan kata-kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta H2 ✔
RomanceHana dan Hanif bertemu setelah sekian lama terpisah. Namun situasi mereka tak sama lagi. Keduanya sama-sama telah terikat pernikahan dan memiliki anak. Tapi cinta tak pernah kenal waktu. Cinta mampu menembus hati yang batu sekalipun. Cinta mampu men...