Tak ada yang bersuara. Di depan Hanif, Windi menunggu dengan santai hasil revisi skripsinya. Setelah sekian menit menunggu, akhirnya Hanif buka suara dan menyodorkan perbaikan skripsi Windi.
"Sudah bagus! Kamu boleh mengajukan ujian komprehensif!" Terang Hanif membuat Windi melongo.
"Serius, pak?!" Tanya Windi tak percaya.
"Apa saya pernah berbohong?!" Tanya Hanif dingin. Windi menggeleng. Windi mengambil lembaran perbaikan skripsinya dan memasukannya ke dalam map. Sesaat Windi menatap wajah dosennya itu.
"Masih ada lagi?!" Tanya Hanif risih diperhatikan oleh mahasiswinya sendiri.
"Pak, boleh gak saya nanya hal yang sangat pribadi?"
Hanif yang tengah terpekur sedang menulis sesuatu, mengangkat kepalanya seketika. Tanpa mengangguk, Hanif menunggu pertanyaan apa yang ingin dilontarkan oleh Windi.
"Kenapa sih, sikap bapak kaku sekali?!" Tanya Windi akhirnya. "Terutama kepada mahasiswi-mahasiswi bapak?! Bapak seakan risih berdekatan dengan kami-para wanita. Seakan-akan kami ini adalah hal menakutkan yang harus segera bapak enyahkan?!" Windi menunggu jawaban dari Hanif. Namun karena Hanif hanya bergeming. Windi melanjutkan lagi." Apa bapak punya trauma yang menyakitkan dengan seorang wanita?!"
Pertanyaan Windi, sukses membuat Hanif terpegun. Hanif menatap Windi tajam. Windi sudah ingin melontarkan pertanyaan lagi, ketika pintu ruangan Hanif diketuk dari luar. Kepala seseorang menyembul dari balik pintu.
"Maaf, pak! Mengganggu. Pak Yanto mencari bapak. Beliau meminta bapak datang ke ruangannya!"
Irna-Office Girl-yang bekerja di jurusan tempat Hanif mengajar-sudah masuk ke dalam ruangan Hanif. Tangannya membawa secangkir kopi, seperti yang selalu dia lakukan.
Tanpa menyahut, Hanif membereskan perkakasnya. Bangkit dari duduk, lalu sekilas melirik Windi.
"Kalau tidak ada yang penting lagi, saya mau permisi dulu!" Ujar Hanif, kemudian berlalu.
Windi mengangguk, sembari tersenyum.
"Maaf, mbak, kalau udah selesai, mohon keluar, saya mau beberes dulu!" Beritahu Irna, meletakkan cangkir di atas meja Hanif. Windi yang masih terpegun berdiri memandangi punggung Hanif yang menghilang dari balik pintu, kaget. Beralih memutar bola matanya menatap Irna.
"Ohh, iyaa! Silahkan!" Windi bergegas keluar, meninggalkan Irna yang mulai sibuk bersih-bersih.
♡♡♡♡♡
"Pak Yanto sudah pulang?!" Tanya Hanif bingung, mendengar penuturan dari salah satu pegawai tata usaha yang kebetulan lewat di depannya.
"Iya, sudah satu jam yang lalu, pak!"
"Oohh! Terima kasih kalau begitu!" Hanif melangkahkan kakinya kembali ke ruangannya. Jarak ruangannya dengan pak Yanto tidak terlalu jauh, hanya berjarak empat ruangan saja.
Kalau pak Yanto saja sudah pulang sejam yang lalu, kenapa Irna meminta dirinya datang ke ruangan pak Yanto?!. Hanif tampak berpikir. Ruangan Hanif sudah kosong begitu dirinya masuk dan menghempaskan pantatnya di atas kursi. Secangkir kopi di atas meja, menarik perhatian Hanif. Pelan, Hanif membuka penutup gelas. Aroma kopi sontak tercium. Aroma yang menenangkan bagi pencinta kafein.
Hanif menyesap kopinya pelan.
...........
"Huekkk!!" Belum sempat cairan berwarna hitam itu sukses masuk ke lambung, gadis berjilbab itu sudah memuntahkannya keluar. "Ini yang namanya enak?!!" Tanyanya sengit.
"Karena kamu belum terbiasa saja. Nanti kalau sudah terbiasa, pasti suka. Bahkan ketagihan!" Timpal suara di dekatnya.
"Idihh!! Jangan sampai! Lebih baik minum apa kek, asal jangan minum kopi! Rasanya aja aneh!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta H2 ✔
RomanceHana dan Hanif bertemu setelah sekian lama terpisah. Namun situasi mereka tak sama lagi. Keduanya sama-sama telah terikat pernikahan dan memiliki anak. Tapi cinta tak pernah kenal waktu. Cinta mampu menembus hati yang batu sekalipun. Cinta mampu men...