"Kamu saja tidak peduli dengan perasaanku. Lalu, mengapa hingga kini aku masih memiliki alasan untuk mencintaimu?"
- P e r i s h a b l e -09. Gara-gara telepon
****
Tangan putih yang dibalut jam tangan hitam polos itu meraih sebuah bingkai foto berukuran sedang yang selalu terletak di atas nakas kamarnya sejak lima tahun yang lalu. Dia mengulas senyum tipis kala melihat seseorang dalam foto itu. Rambut sebahu yang indah, senyum manis menawan, serta tatapan penuh binar yang tak bisa Merza lupakan hingga kini.
"Kakak cantik banget, Merza jadi iri," gumamnya seraya terkekeh hambar. Seharusnya Merza tidak meletakkan barang-barang peninggalan Kakaknya di sini, agar dia tidak mengingat jika sosok wanita tangguh itu telah tiada.
"Kakak tau nggak, Merza punya sahabat yang sifatnya mirip banget sama Kakak. Namanya Bella, dia kuat, dia tangguh, dia adalah orang kedua yang Merza kagumi setelah Kakak," ucap Merza lirih dengan mata yang berkaca-kaca.
"Maafin Merza ya, Kak. Kalau bukan karena Merza, kita mungkin masih berada di dunia yang sama," katanya lagi sembari memeluk bingkai foto itu. Hari ini, hari di mana Kakaknya pergi meninggalkannya. Meninggalkan luka serta penyesalan yang tertimbun dalam di hatinya.
Namun percuma menyesali semuanya, karena keadaan tidak akan pernah berubah.
Mengingat sesuatu, dia lantas mengusap air matanya. "Merza nggak nangis kok, ini cuma lagi kelilipan, hehe," cengirnya hambar karena tahu, Kakaknya tidak suka melihatnya menangis. Dia beralih meletakkan kembali bingkai foto itu di tempat semula. Lalu kemudian membuka laci nakas dan mengeluarkan satu kotak yang dihiasi pita pink dari dalam sana.
Gelang tali kecil berwarna hitam dengan huruf 'M' ditengahnya itu terlihat pertama kali kala Merza membukanya.
Flashback on
"Ciee.. gelang dari siapa, nih? Kayaknya dari orang spesial deh, kalo nggak, nggak mungkin Kakak senyum-senyum dari tadi. Iya, kan?" godaan Merza semakin membuat pipi Melva memerah.
"Tau aja kamu," Melva membalas seraya tersenyum.
"Tau dong, apa sih yang nggak Merza tau?" ucap Merza bernada sombong. Dia yang tadinya berdiri kini sudah mengambil tempat di samping Melva, melihat pergerakkan Kakaknya itu yang tengah memasang gelang di tangannya.
"Cantik," gumam Merza, dan Melva sontak menoleh ke arahnya.
"Merza suka gelang ini?"
Pertanyaan Melva membuat Merza tertawa, "Merza suka modelnya, sih. Tanyain sama yang ngasih gelangnya dong, Kak, belinya di mana..," pinta Merza dengan mata yang berkedip-kedip, menarik simpati Melva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perishable (Segera Terbit)
RomanceApa yang kamu rasakan saat bisa menjadi pacar seorang lelaki yang kamu cintai? Pasti bahagia, bukan? Dan itulah yang Merza rasakan. Awalnya dia begitu bahagia karena bisa berpacaran dengan Regan, dan tak peduli dengan sikap dingin cowok itu padanya...