"Aku sudah bergerak ingin melupakanmu. Menganggap jika kita tidak pernah saling mengenal.
Namun kini mengapa, kamu selalu hadir seolah memberiku harapan baru?"- P e r i s h a b l e -
20. Sapaan
****
Gadis yang mengenakan sweater abu-abu itu berjalan lambat dengan kepala yang sedikit tertunduk. Tangan yang dingin serta detak jantung yang masih tak beraturan sudah menjadi pertanda jika kegugupannya masih belum hilang.
Bagaimana tidak? Tindakan Regan dan ucapannya tadi benar-benar diluar dugaan. Bahkan sekarang Merza masih tidak percaya jika itu nyata. Rasanya seperti mimpi. Karena terlalu mustahil.
Sesekali matanya melirik Regan yang berjalan di depannya, tidak ada interaksi lagi di antara mereka setelah keluar dari perpustakaan. Merza ingin bertanya apa maksud cowok itu mengatakan hal tadi, tapi jika dipikir-pikir, ini bukanlah waktu yang tepat untuk menanyakan itu.
Regan berhenti karena ada seseorang yang menghalangi jalannya, dan Merza pun juga melakukan hal yang sama. Kepalanya yang tadi melihat sepatu sneakers hitamnya perlahan terangkat, menatap orang itu dengan bingung.
Karena ternyata dia belum pulang, padahal hari sudah mulai gelap.
"Lo kok belum pulang?" tanya Merza kemudian, Arlen yang semula menatap tak suka ke arah Regan pun beralih melihat gadis itu.
"Lo nggak papa?" pertanyaan Arlen membuat Merza sedikit bingung. Apakah dia tahu jika tadi Merza sempat terkurung di perpustakaan?
"Gue nggak papa. Gimana lo bisa tau?" Merza kemudian bertanya, dan bahkan dia sudah tak sadar jika di koridor kampus ini hanya ada mereka berdua. Karena sejak Arlen datang tadi Regan sudah pergi.
"Ghea yang bilang," jawab Arlen sekenanya. Ya, itu benar. Tadi di saat Arlen ingin berjalan menuju parkiran, Ghea menghentikan langkahnya untuk bertanya apakah dia melihat Merza atau tidak.
Merza mengangguk kecil menanggapi, apakah Ghea juga memberitahu Regan?
Mengingat cowok itu, Merza pun menoleh ke sekitar, tapi ternyata cowok itu telah pergi. Merza bahkan belum mengucap terima kasih padanya.
"Lo pulang naik apa?"
"Naik taksi. Ini gue mau ke depan," jawab Merza.
"Bareng gue mau nggak?"
Merza sempat terdiam sejenak, arah rumahnya dengan Arlen berbeda, itu berarti jika cowok itu mengantarnya pulang, dia pasti akan memutar arah lagi, dan itu akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Nggak ngerepotin, kan?" tanya Merza dengan tersenyum kecil.
Pertanyaannya barusan entah mengapa membuat Arlen sedikit flashback tentang masa SMP mereka dulu. Karena kalimat itu adalah kalimat pertama yang Merza ucap ketika mereka pertama kali bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perishable (Segera Terbit)
RomanceApa yang kamu rasakan saat bisa menjadi pacar seorang lelaki yang kamu cintai? Pasti bahagia, bukan? Dan itulah yang Merza rasakan. Awalnya dia begitu bahagia karena bisa berpacaran dengan Regan, dan tak peduli dengan sikap dingin cowok itu padanya...