"Aku menginginkannya untuk selalu ada. Namun Tuhan memanggilnya untuk segera pulang."
- P e r i s h a b l e -
36. About feel
****
Karena Davin tidak ingin memberitahu perihal pemilik perusahaan itu melalui telepon, jadilah pada malam ini Regan memutuskan untuk mendatangi apartemen cowok itu. Kabarnya, setengah jam yang lalu Alfi sudah berada di sana.
Lelaki yang mengenakan kaus putih polos dengan jaket jeans yang tersampir di bahu kanannya itu menuruni anak tangga menuju garasi untuk mengambil motornya. Namun baru saja tiba di lantai satu, Bi Ina datang memanggil.
Wanita paru baya itu sudah kembali bekerja seperti biasa. Dan yang membuat Regan bingung adalah dia datang tergopoh-gopoh dari arah dapur.
"Kenapa belum pulang, Bi?" tanya Regan, karena Bi Ina hanya bekerja dari pagi sampai sore saja.
"Anu, itu Non Merza sakit, Nak. Dia nggak mau makan. Bibi udah beberapa kali datang ke kamarnya, tapi tetap aja nggak mau," kata Bi Ina memberitahu.
Regan menghela napas pelan, "Yaudah, nanti biar Regan yang nyuruh. Bibi pulang aja."
"Nggak papa, Nak?"
Regan mengangguk.
"Iya udah, kalau gitu Bibi pulang, ya? Itu Bibi udah masakin bubur, ada di atas pantry."
"Iya," kata Regan, setelah Bi Ina pamit untuk pulang, dia pun berjalan ke arah pantry untuk mengambil bubur yang Bi Ina maksud tadi. Lalu kembali naik ke lantai dua menuju kamar gadis itu.
****
Merza menarik selimut tebalnya hingga menutup seluruh tubuh karena merasa kedinginan. Kini kedua matanya terasa perih, hidungnya juga tersumbat hingga ia sulit untuk bernapas. Gara-gara bajunya basah karena ulah nenek lampir itu, dia jadi jatuh sakit.
Pintu terdengar terbuka, dan Merza langsung bersuara.
"Bi, Merza lagi nggak selera makan. Nanti aja, ya?" ucapnya dengan suara serak tanpa berbalik melihat siapa yang masuk. Merza yakini itu adalah Bi Ina karena sejak tadi dia berulang kali masuk ke kamar Merza.
"Kenapa lo? Sakit?" Regan meletakkan nampan berisi bubur itu ke atas nakas, lalu menyibak selimut Merza hingga cewek itu berbalik menatapnya.
"Ah, elo ternyata. Gue nggak papa, cuma demam doang," Merza menyipitkan matanya dan menjawab dengan suara lemah. Dia kembali ingin menarik selimut, namun tangan Regan menahan. Cowok itu meletakkan telapak tangannya di dahi Merza.
"Badan panas gini bilang nggak papa? Ayo gue anter ke dokter," ucapan Regan membuat Merza menggeleng.
"Nggak mau. Gue cuma demam biasa kok, ntar minum obat juga sembuh," balasnya dengan mata terpejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perishable (Segera Terbit)
RomanceApa yang kamu rasakan saat bisa menjadi pacar seorang lelaki yang kamu cintai? Pasti bahagia, bukan? Dan itulah yang Merza rasakan. Awalnya dia begitu bahagia karena bisa berpacaran dengan Regan, dan tak peduli dengan sikap dingin cowok itu padanya...