E M P A T P U L U H D E L A P A N : MELEWATI BATAS

6.7K 639 1.1K
                                    

"Pertemuan itu adalah sebuah kesalahan. Dan mencintaimu adalah sebuah penyesalan."

- P e r i s h a b l e -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


- P e r i s h a b l e -

48. Melewati batas

****

Arlen mengusap wajahnya mengingat percakapan itu. Tanpa dia minta pun, Arlen akan tetap menjaga Merza, walau itu dari kejauhan. Tapi percayalah, Arlen ikut bahagia melihat betapa senangnya Merza kala berada di dekat Regan.

Namun sayang, dikemudian hari lelaki itu akan menyakitinya.

"Ini udah malem, bahaya kalau lo pulang sendiri. Lagian jam segini taksi juga jarang lewat," ucap Arlen menjawab perkataan Merza tadi.

Merza memalingkan wajah ke samping, menatap lampu jalanan dari dinding kaca disampingnya. Benar juga, bisa-bisa dia akan bertemu om-om genit jika berdiri lama dipinggir jalan.

"Yaudah, deh. Tapi gue nggak ngerepotin lo, kan?"

Arlen menggeleng.

Merza pun tersenyum kecil dan kemudian mulai memakan makanannya.

"Za, lo bahagia sama Regan?" pertanyaan yang terlontar tiba-tiba itu membuat Merza menatap ke arah lawan bicaranya.

"Kalau gue nggak bahagia sama dia, gue pasti udah minta putus."

Arlen menarik sudut bibirnya, dia tak bisa membayangkan betapa terlukanya Merza jika suatu saat Regan benar-benar pergi meninggalkannya.

"Lo masih inget kan, apa yang pernah gue bilang waktu itu?"

Gerakkan tangan yang hendak menyuapkan makanannya ke dalam mulut terhenti, Merza mulai mengingat perkataan apa yang Arlen maksud.

"Kalau nanti ada yang bikin lo nangis, bikin lo terluka. Kasih tau gue, gue bakalan ada buat lo."

Merza diam mendengar itu, dan detik berikutnya dia tertawa pelan. "Males, ah. Ntar kalau gue dateng ke lo sambil nangis-nangis, cewe lo pasti marah," tuturnya, menganggap lelucon ucapan Arlen tadi.

Lelaki itu tersenyum kecut, dia menatap dalam kedua mata Merza. Dan untungnya gadis itu tak membalas tatapannya.

"Gimana gue bisa punya pacar kalau cewe yang gue cintai cuma satu?"

****

Ghea baru tersadar jika ini bukan jalan menuju rumah sakit tempat Omanya dirawat. Tidak mungkin jalan raya berubah menjadi jalan sempit dan sunyi seperti ini.

"Maaf, Pak. Ini bukan jalan ke--," tiba-tiba saja sebuah tangan dari arah belakang menutup mulutnya menggunakan kain yang telah diberi obat bius. Ghea sudah meronta-meronta dan berusaha menarik tangan itu, namun sialnya obat bius itu membuat kesadarannya hilang.

Perishable (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang