"Jika langkah kita telah berbeda, akankah ada kebersamaan diakhir cerita?"
- P e r i s h a b l e -14. Bukan rasa cinta
****
Sudah lama dia terdiam memikirkan banyak hal yang baginya itu mustahil. Terutama sekali tentang kejadian tadi malam, di mana ada telepon misterius dan suara teriakan orang minta tolong, bagi Merza suara itu tidak asing. Seperti suara Melva, namun, bagaimana bisa?
Jika Merza ingat-ingat lagi, suara itu terdengar seperti rekaman, lalu apakah orang yang meneleponnya kemarin itu orang iseng? Yang ingin menakut-nakutinya?
Atau mungkin, menjebaknya?
Dan atau mungkin lagi, Melva meninggal bukan karena kecelakaan?
Ah, itu lebih tidak mungkin lagi. Jelas-jelas dia melihat sendiri Melva tewas di dalam mobilnya yang menabrak pohon besar di pinggir jalan.
Merza mengusap dahinya, bukan karena telepon misterius itu saja yang menganggu pikirannya, melainkan orang yang mengetuk pintu rumahnya kemarin malam.
Siapa mereka? Jika orang iseng, itu terlalu berlebihan. Sampai-sampai meninggalkan bercak darah di teras rumah Merza. Untung saja kemarin Regan datang, jika tidak, orang itu bisa saja benar-benar masuk ke rumahnya.
"Kamu kenapa, hm? Itu makanannya kok nggak dimakan?" Rion-- Papa Merza yang tengah mengotak-atik Ipad-nya menoleh sekilas ke arah anaknya, yang terlihat memikirkan sesuatu hingga makanan yang sudah tersedia beberapa menit lalu tidak disentuh.
Seina yang juga sibuk pada ponselnya pun mengalihkan pandangan, menatap Merza yang kini menompang dagu sembari mengaduk asal sarapannya.
"Sayang, kenapa? Ada masalah?" tanya Seina, pada Merza yang duduk di sebrang mereka. Kini satu keluarga itu tengah sarapan di meja makan, pemandangan yang jarang sekali terlihat.
Merza menggeleng tanpa bersuara. Namun saat mengingat sesuatu, gadis yang rambutnya di kucir kuda itu pun ingin bertanya pada kedua orang tuanya. Tapi jika dipikir-pikir lagi, dia takut jika akan membuat mereka mengingat Melva. Karena pada saat kepergian Kakaknya, Mama dan Papa sangat terpukul.
Tapi jika dia tidak bertanya, pemikiran-pemikiran aneh ini akan terus menganggu.
"Ma, Pa. Merza..mau nanya sesuatu," ucap Merza pada akhirnya. Kedua orang tuanya pun memusatkan fokus pada dirinya.
"Mau nanya apa, hm?" Rion menyahut.
"Masalah kuliah? Atau uang bulanan Merza kurang?" timpal Seina setelahnya.
"Bukan," Merza menggelengkan kepala, dia menggusap tekuknya gugup. Baru kali ini dia takut bertanya sesuatu pada orang tuanya. Biasanya juga dia selalu blak-blakan. Tapi beda cerita, ini masalah serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perishable (Segera Terbit)
RomanceApa yang kamu rasakan saat bisa menjadi pacar seorang lelaki yang kamu cintai? Pasti bahagia, bukan? Dan itulah yang Merza rasakan. Awalnya dia begitu bahagia karena bisa berpacaran dengan Regan, dan tak peduli dengan sikap dingin cowok itu padanya...