Dalam rengkuhan temaram rembulan
Isak tangis terdengar samar oleh sentuhan hujan
Memberi ruang kosong pada hati untuk kembali tersayat luka
Karena sesungguhnya semesta, telah mempertemukan dua hati yang tak seharusnya ada.- P e r i s h a b l e -
17. Korban kedua
****
Perkataan Arlen beberapa detik yang lalu berhasil membuat Merza tertegun. Dia bingung harus menjawab apa karena memang pertanyaan seperti ini tak pernah dia pikir sebelumnya.
Bagaimana mungkin Arlen masih menyukainya? Mereka putus sudah beberapa tahun yang lalu.
Melihat Merza diam tanpa berkata apapun, itu sudah menjadi jawaban yang cukup jelas bagi Arlen. Jika benar, diantara mereka hanya perasaan Arlen saja yang masih sama.
Ini memang kesalahannya, andai dia tidak mabuk pada malam itu, mungkin hubungan mereka masih bertahan sampai sekarang.
"Lupain pertanyaan gue tadi. Nggak perlu lo jawab," kata Arlen, mengalihkan perhatian Merza yang semula melihat ke arah lain.
Baru saja Merza ingin membuka mulut untuk membalas, Arlen sudah berlalu pergi dari sana. Meninggalkan Merza yang menatap punggungnya dari jauh. Gadis itu menghela napas berat, apakah dia telah membuat Arlen kecewa?
Merza tak ingin membohongi perasaannya jika dia memang tidak menyukai Arlen lagi. Perasaannya pada cowok itu hanyalah perasaan biasa, sebagai teman. Walaupun Arlen sendiri menolak untuk berteman dengannya.
Merza lalu beralih melihat jam hitam dipergelangan tangannya, masih ada waktu setengah jam lagi sebelum kelasnya mulai. Kemudian dia mengeluarkan ponsel, mengirim pesan pada Ghea untuk menanyakan di mana keberadaannya.
Setelah gadis itu membalas dengan mengatakan dia ada di coffee shop, Merza pun berbalik menuju ke tempat itu. Mengurungkannya niat untuk datang ke perpustakaan.
Lalu tak lama kemudian langkah Merza telah sampai di tempat yang kini terlihat terisi oleh beberapa orang, dan matanya pun langsung menangkap Ghea yang sedang duduk sendirian di meja tengah, persis di dekat dinding kaca.
"Beneran sendiri ternyata, gue kirain lo ngajak anak kelas," ucap Merza pertama kali seraya duduk di depan Ghea yang kini tampak telah menyudahi acara makannya.
"Mereka pada belum dateng. Lo sendiri? Katanya mau ke perpus?" tanya Ghea balik.
Merza menompang dagunya di atas meja, karena pertanyaan Arlen tadi, kini beban pikirannya menjadi bertambah.
"Tiba-tiba gue mager, jadi gue milih ke sini," jawabnya bernada malas.
Ghea hanya mengangguk kecil, namun karena tak sengaja melihat tangan Merza yang di perban, dia pun bertanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perishable (Segera Terbit)
RomanceApa yang kamu rasakan saat bisa menjadi pacar seorang lelaki yang kamu cintai? Pasti bahagia, bukan? Dan itulah yang Merza rasakan. Awalnya dia begitu bahagia karena bisa berpacaran dengan Regan, dan tak peduli dengan sikap dingin cowok itu padanya...