"Bukannya luka yang terlalu dalam. Hanya saja keadaan yang memaksakan."
- P e r i s h a b l e -
02. Tidak sempurna***
"Nomor yang anda tuju, tidak dapat menerima panggilan...,"
Merza menurunkan ponselnya, bibirnya berdecak kecil memandang layar persegi panjang itu.
"Kok nggak diangkat terus, sih?" gumamnya bingung. Langkah itu mulai berjalan dari parkiran menuju ruang kelas. Sejak kemarin malam dia mencoba menelpon dan mengirim pesan pada Regan, namun sampai kini cowok itu tak kunjung menjawabnya.
"Davin!" seru Merza sembari berlari kecil kala dia tak sengaja melihat Davin yang berjalan tak jauh dari tempatnya.
Cowok itu mengangkat sebelah alisnya, "Apaan?"
"Lo tau nggak Regan di mana?" tanya Merza langsung.
"Mana gue tau, tanya emaknya gih," jawaban Davin barusan membuat Merza membulatkan sedikit bola matanya, apalagi setelah itu dia pergi begitu saja.
"Ck, ngeselin amat sih lo! Pantes aja jomlo!"
****
Seusai kelas pertamanya Merza memilih untuk mendatangi Coffee shop kampus seorang diri karena Ghea berhalangan hadir. Dia hanya memesan satu cup matcha latte dan kini tengah duduk sembari menunggu pesanannya itu.
Dia bingung mengapa Regan tak menjawab pesan dan mengangkat teleponnya. Padahal sebelumnya, cowok itu pasti membalas walaupun satu atau dua jam setelahnya. Namun kini sudah berjam-jam lebih, dan dia hanya membacanya saja.
Merza pun mulai berpikir apakah dia ada berbuat salah atau hal yang dapat membuat Regan marah. Tapi setelah dia berpikir, dia tidak merasa telah melakukan kesalahan.
Cewek itu mengangkat sedikit wajahnya melirik sekitar. Suasana Coffee shop di siang hari ini tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa mahasiwa yang duduk di sekitarnya. Saat sedang melihat-lihat, Merza tak sengaja menatap seseorang yang berdiri di depan saja, tampak memesan sesuatu.
Cowok itu mungkin merasa diperhatikan sehingga dia menoleh ke arah Merza, hanya sekilas. Dan saat dia hendak berjalan pergi, ada satu tangan yang menarik ujung jaketnya.
Dia menatap Merza datar. Karena tidak ada alasan lagi untuk dia berlaku seperti dulu. Semua sudah terjawab, dan dia yakin jika apa yang dia pikir memang benar.
"Itu luka lo, nggak diobatin lagi?" Merza bertanya sembari melihat luka lebam di pipi cowok itu yang terlihat begitu jelas.
"Nggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perishable (Segera Terbit)
RomanceApa yang kamu rasakan saat bisa menjadi pacar seorang lelaki yang kamu cintai? Pasti bahagia, bukan? Dan itulah yang Merza rasakan. Awalnya dia begitu bahagia karena bisa berpacaran dengan Regan, dan tak peduli dengan sikap dingin cowok itu padanya...