BAGIAN 18

58 13 2
                                    

.
.
.


“Kalau begitu jadilah keduanya. Manusia dan Arven.” Pandangan kami saling bertemu. “Jangan memilih di antara keduanya, buat keduanya menjadi satu dalam dirimu dan jadilah kuat. Dengan begitu kau tidak akan pernah ragu lagi.”

“Ragu?”

“Kim Tae Hyung… aku tidak tahu apa saja yang sudah terjadi pada kalian, tapi satu hal yang kutahu kehadirannya sedikit banyak sudah mempengaruhimu Kak. Aku bisa melihatnya.” Felix menamparku dengan kenyataan sebelum mulutku sempat berkilah. “Kau menyukainya. Meskipun kau mengelaknya, dia sudah mengisi hati dan otakmu. Kini selain aku dan Kak Jo dia juga ikut dalam pertimbangan keputusanmu, bukan begitu?”

“Aku tidak pernah mengharapkan apapun darinya, bagiku dia masih anak dari pembunuh orang tuaku. Bahkan aku semakin membencinya ketika tahu Joshua hampir mati karena ayahnya juga, mana mungkin aku bisa bersikap seperti itu.” Ucapku dengan kepala menggeleng lemah, mencoba mengucapkan penolakan yang dibuat logikaku.

“Kalau begitu kenapa kakak lebih memilih membunuh Kak Jo daripada Kim Tae Hyung?” Tanyanya yang membuatku terhenyak.

“Aku.. aku punya rencana, mungkin membunuh Taehyung adalah hal yang mungkin. Tapi, kematiannya tidak akan menguntungkan posisi kita.”

“Dan kematian Kak Jo akan menguntungkan kita?”

“Joshua tidak akan mati hanya dengan satu peluru. Mencoba membunuhnya akan membuat mereka percaya bahwa kami berada di pihak yang sama. Hal itu akan membuatmu dan yang lain aman, itu jaminanku.”

Felix mendengus. “Kakak.. Apa yang sebenarnya kau pikirkan sekarang? Aku masih tidak mengerti. Rencana apa yang sedang kau lakukan?”

Tubuhku bereaksi, pembicaraan ini memicu suatu amarah dalam diriku. Tanganku mulai memanas dan menguarkan cahaya kemerahan lemah yang membuat Felix menatap tidak percaya. Lebih dari itu, bisa kurasakan sesuatu yang mulai merambat di sekujur tubuhku.

Aku berdiri mendekati sebuah cermin di kamar ini dan mendapati gadis lain menatapku tajam. Rambutnya merah muda terang, matanya merah mengkilap dengan tatapan membunuh namun ada titik air mata yang menetes di kedua pipinya.

“Selamat ulang tahun kak.” Ucap Felix lirih di balik punggungku yang masih bergetar. “Inilah jawaban dari semua pertanyaanmu kak. Jangan remehkan dirimu sendiri dan yakinlah akan tujuan kelahiranmu. Seperti kata ayah, orang yang kuat adalah orang yang mampu melawan keraguannya sendiri.”

Aku tersenyum lemah di sela tangisku. Tentu saja Ayah dan semua kata-katanya. Dulu kukira itu hanya petuah biasa dari orang tua untuk anaknya, tidak kusangka itu adalah pesan yang sangat berarti.

“Felix, dengarkan Kakak baik-baik.” Ucapku sambil berbalik. “Besok kau harus pergi. Ajak semua orang yang kau percaya untuk pergi bersamamu. Joshua akan menjemputmu. Pergilah bersamanya ke tempat yang aman. Kakak akan mengulur waktu untuk itu.”

“Kakak.” Serunya tidak terima.

“Felix, Kita bertiga tidak bisa bersama. Itu akan menjadi kelemahan. Salah satu dari kita harus tetap di sini dan mencari bola kaca itu lalu menghancurkannya. Sisanya harus membebaskan semua orang di balik tembok itu.” Tuturku tegas dengan kedua tangan di bahunya.

“Lalu kenapa harus kakak?”

“Karena aku punya orang yang akan melindungiku. Dia tidak akan membiarkan aku mati apapun yang terjadi Felix, dan aku percaya padanya.” Kurendahkan wajahku sejajar dengannya. “Kau bilang ini sudah takdir kita kan? Kalau begitu kita harus menghadapinya. Cepat atau lambat pertempuran akan terjadi. Jangan sampai ketika hal itu terjadi, kitalah yang akan terluka atau kalah.”

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang