BAGIAN 15

69 12 0
                                    

.
.
.


Kulangkahkan kakiku diatas daun-daun yang berguguran dari pohonnya. Suara gemeresiknya masuk kedalam telingaku bagaikan musik pengiring setiap langkahku dan itu cukup membuat langkah kakiku terasa lebih ringan. Meskipun begitu, ada sesuatu yang membuat hatiku terasa begitu berat.

Langkahku memberat saat kudapati dia berdiri diantara pohon yang berdiri kokoh. Sosoknya terlihat begitu letih degan raut wajah yang begitu sedih. Apa karena terpisah dariku? Atau karena gagal menjalankan tugas ayahnya?

Kepalanya menoleh pelan ketika merasakan kehadiranku. Dia melihatku dan senyum tipis terpasang di wajahnya yang hanya kubalas dengan tatapan dingin. Dia melangkah berusaha mendekat padaku. Kuangkat tanganku untuk menghentikan langkahnya. “Bicara saja dari sana.” Dia menatapku sebentar lalu mengangguk lemah. Dia mengulum bibirnya berulang kali, seolah ingin mengatakan hal yang begitu sulit. “Aku tidak punya banyak waktu." Ucapku, tanda agar dia segera bicara.

Dia menarik napas dan mengembuskannya perlahan. “Apa kabar Rose?” Sapaannya itu membuatku teringat kejadian yang sudah berlalu, kejadian dimana ayahnya menghancurkan tempatku tinggal dulu. “Kau tidak merindukanku? Aku sangat merindukanmu.”

Kutatap lurus matanya tanpa ekspresi. “Apa itu yang ingin kau katakan?” Harusnya aku tak menemui orang yang sudah membuatku kecewa kalau dia hanya mengatakan hal itu saja. Dengan tenang dia kembali melangkah mendekat. “Aku akan pergi kalau kau berani melangkah lagi.”

Dia berhenti dan menatap lesu kearahku. Kurasa ucapanku telah membuatnya bertambah sedih. "Aku hanya ingin mendekatimu sebentar. Mendekapmu kalau boleh."

“Tidak.” Jawabku lugas yang lagi-lagi membuatnya berekspresi sedih. “Aku harus pergi.”

“Kenapa aku harus memilih Rose?" Upayanya untuk mencegahku pergi. "Ini sangat berat bagiku.” Aku tertegun mendengar suaranya yang sedikit parau, seperti menahan tangis. Seandainya dia tahu aku juga tidak ingin berada dalam keadaan seperti ini. “Bisakah kau mempermudahnya Rose? Berdirilah di sisi yang sama denganku, itu akan mengakhiri penderitaan ini.”

“Berada di sisimu sama saja bunuh diri. Aku tidak ingin bertaruh pada sesuatu yang tidak kusukai meskipun itu.. kau.” Aku tidak ingin kejadian mengerikan lainnya terjadi, juga tidak ingin membuat hidupku merana. Aku harus berjuang untuk hidupku dan hidup orang-orang yang kusayangi. “Hidup itu ada untuk diperjuangkan. Aku hidup untuk satu-satunya keluargaku yang tersisa. Kau pun harus begitu.”

“Meskipun harus kehilanganmu?” Tuturnya lemah.

“Ya.”

“Rose...”

“Aku harus pergi. Jaga kesehatanmu.”

Yang kulakukan ini sudah benar. Menjauh dari Taehyung akan membuat orang yang kusayangi aman. Seharusnya begitu.

Aku terhuyung mundur saat sebuah hembusan kuat dari angin menerpaku. Aku kebingungan dibuatnya. Bagaimana bisa tiba-tiba ada angin sekuat ini?

Angin itu bertambah kuat dan menerpaku hingga tubuhku terjatuh. Angin itu terus mendorong tubuhku, membuatku hampir tersungkur ke tanah. Aku sedikit berteriak saat angin itu terus menerpaku.

Kutolehkan kepalaku ke arah dimana kutinggalkan Taehyung, memeriksa apakah dia juga merasakan angin ini atau tidak. Tapi saat aku melihat kearahnya, terlihat seseorang tengah berdiri tenang diantara angin yang berputar.

Itu bukan Kim Taehyung.

Aku melebarkan mataku terkejut ketika sebuah pedang terangkat ke udara dan menikam seseorang yang sedang terkapar di tanah.

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang