BAGIAN 2

304 37 3
                                    

.
.
.


“Adikmu sekarat.”

Adik? Dia masih hidup? Dia belum mati?

Bagaimana mungkin bocah laki-laki ringkih itu sekarang masih hidup?

Entah pada siapa pertanyaan itu kulontarkan, tapi mengapa ada perasaan hangat yang menyambangi hatiku ketika mendengar kata adik.

Tapi, perawat Park bilang kakakku menginginkan kehadiranku di Sektor 13. Jangan-jangan pria tadi.

“Dia kakakmu,  Joshua Park.”

Seketika kakiku memberat, mengingat kembali pandangan tadi, tatapan dingin nan lembut milik ayah. Tatapan yang tak bisa kulupakan.

“Katanya adikmu tidak punya banyak waktu lagi, dia ingin menemuimu sebelum pergi.” Diam dan mendengarkan, hanya itu yang bisa kulakukan. “Pergilah Rose, setidaknya lakukan itu untuknya.” lanjut perawat Park yang membuatku sedih.

Aku menggeleng sambil memegang tangan perawat Park yang berada di bahuku. Sulit mempercayainya. Sangat mustahil dia bisa bertahan selama itu bersama Kakak lelakinya yang egois.

“Tidak perawat Park, bagaimana aku bisa yakin bila dia benar-benar adikku?" Aku menarik nafas berat. "Aku tidak bisa mempercayai ucapan dari seorang pembohong perawat Park.”

Perawat Park menarik nafas panjang. “Rose, dia kakakmu. Dia datang sendiri kemari untuk-“

“Maafkan aku perawat Park, hal itu semakin membuatku curiga." Aku menyela ucapan perawat Park, yang sebenarnya tak pernah kulakukan sebelumnya.

"Untuk apa orang sepenting dirinya harus repot-repot datang kemari hanya untuk memintaku datang ke sektor 13?”

Perawat Park mengerjapkan matanya beberapa kali. “Rose dia benar kakak-"

“Kenapa tidak menyuruh bawahannya atau mengirimkan surat resmi kepindahan?" Potongku lagi sedikit menggebu. "Kenapa harus menggunakan adikku untuk membawaku.” Sambungku dengan suara yang sedikit tertahan, tak ingin mencari perhatian.

Aku mendengus. Pikiranku kalut, dan perawat Park menyadari itu. Diam, tak ingin memperkeruh pikiranku, itulah yang bisa dilakukan perawat Park.

“Saya akan memeriksa keadaan pasien, permisi.”

Aku membungkuk dan melangkah sedikit cepat meninggalkan perawat Park di belakang dengan pikiran yang kacau. Entah seperti apa ekspresi wajahku sekarang, yang pasti aku berjalan sangat cepat dengan nafas memburu.

“Rose kau mau kemana?” Seru Jennie dari arah ruang makan yang kuabaikan. “Ini tehmu!"

“Tidak ingin, untukmu saja!” Jawabku ketus.

Aku berjalan menjauh ke tempat dimana tidak terlalu ramai orang, berusaha menjernihkan pikiran. Terlalu banyak hal yang masuk ke otakku begitu saja. Menyadari bahwa pria yang bertukar tatap denganku adalah orang yang telah meninggalkanku, membuat perasaan marah kembali memenuhi diriku.

“Tidak mungkin, tidak mungkin.” Racauku sambil teringat sebuah tawa yang tak pernah kudengar.

“Kakak lihat ini. Aku bisa kan?”

“Kakak lihat aku tampan kan?”

“Kakak jangan sedih, nanti aku ikut sedih.”

Rangkaian ingatan muncul begitu saja tanpa diperintah.

“Felix, apa benar kau masih hidup?” Tanyaku di tengah tangis yang teredam.

Tidak ada jawaban, hanya suara gemerisik dedaunan yang tertiup oleh angin. Aku semakin menenggelamkan kepalaku dalam pelukan, tak ingin siapapun melihatku dalam keadaan lemah.

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang