BAGIAN 34

46 14 2
                                    

.
.
.


Tanpa perlu waktu lama aku sudah berada di rumah sakit yang kutinggalkan berhari-hari lalu. Kulangkahkan kakiku di lantai marmer dengan kecepatan sedang. Bunyi ketukan sepatuku yang cukup keras menarik perhatian semua orang.

Semakin jauh aku melangkah, semakin banyak orang berlari tunggang langgang menjauhiku. Seolah-olah kehadiranku adalah sebuah ancaman, meskipun aku memang tidak berharap mereka akan menyambutku dengan penuh kegembiraan.

Sejauh ini, belum ada halangan sama sekali sampai aku berdiri didepan pintu sebuah kamar rawat. Walaupun tidak mendapat informasi dimana dia, tapi kuyakin orang yang kucari ada di dalam. Kujulurkan tanganku untuk meraih gagang pintu kamar dan bersiap mendorongnya.

"Rose!" Dengan cepat aku menoleh, menghentikan tanganku yang sudah meraih gagang pintu. "Rose," Kutatap kehadirannya tanpa minat. Aku masih diam tak menjawab sampai dia sudah ada didepanku, jauh. "Kenapa kau ada di sini?" Tanyanya.

Aku tak menjawab. Tak ada untung bagiku menjawab perkataan Oh Sehun. Meskipun jarak kami berdua cukup jauh, hela napas lelahnya karena berlari terdengar sangat jelas. Mungkin karena kekuatanku, aku jadi bisa mendengar helaan napasnya yang terengah-engah.

Tak mendapat jawaban dariku, dia berdecak. "Kau tahu kekacauan apa yang sudah kau perbuat, hah?!"

Aku menaikkan satu alisku, "Lalu?"

"Lalu?" Tanyanya kesal. "Kehadiranmu bisa membahayakan semua orang di sini."

"Aku hanya ingin menemui adikku. Lagipula itulah tujuanku membuat kalian jauh dari tempat ini. Tapi apa? sekarang kalian kembali. Lalu sekarang aku tidak bisa bertemu dengan adikku padahal dia ada di sini?" Ucapku menggebu-gebu, mengingat hal apa yang harus kualami hanya untuk memastikan mereka aman.

Dia menghembuskan napas sekali. "Kami juga tidak menduga akan jadi seperti ini."

Aku tak peduli. Kudorong pintu kamar itu.

"Tapi," aku berhenti kembali, "keadaan Felix sangat buruk saat itu. Aku tidak akan mengorbankan keselamatannya hanya karena perseteruan kalian."

Aku menoleh kembali padanya. "Asal kau tahu, aku ini kakaknya. Mungkin kau lupa tapi, aku tahu apa yang terbaik untuk adikku."

"Rose," tak kupedulikan panggilannya. Kulangkahkan kakiku masuk kedalam kamar. Kemudian menutup pintunya dengan sangat perlahan. Bunyi alat terdengar bersahutan di kamar ini. Felix terbaring di atas ranjang dengan rangkaian kabel tertempel di tubuhnya.

"Cari dia!"

Aku sedikit menoleh kebelakang ketika telingaku mendengar suara riuh di luar. Menggunakan kekuatanku, aku mencoba melihat melewati semua dinding rumah sakit ini. Aku memutar bola mata ketika mendapati Baekho dan Daniel dengan wajah bersungut-sungut tengah kalang kabut mencariku kesana kemari.

"Kakak?" Felix terbangun, terkejut melihat penampilanku. "Kau masih hidup?"

"Ya, Maaf membuatmu kecewa." Ucapku sambil melangkah sedikit mendekat ke ranjangnya.

"Bukan itu maksudku." Elaknya sambil mencoba bangun dari tidurnya.

"Tidak perlu repot untuk menyambutku, aku hanya ingin melihat keadaanmu sebelum menemui Joshua." Kutahan ucapanku dan melihat reaksinya. "Aku hanya ingin tahu apakah kalian masih menganggapku saudara atau tidak."

"Kak.."

"Felix, berhenti bersandiwara dan katakan saja yang sebenarnya. Aku sudah tahu bahwa kalian memang hanya ingin memanfaatkanku untuk mendapatkan bola pengunci kekuatan itu. Dan sekarang aku sudah berhasil mendapatkannya. Jadi sekarang, beritahu aku apa rencana kalian agar aku bisa melakukan apa yang harus aku lakukan."

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang