BAGIAN 24

48 10 1
                                    

.
.
.


“Dasar penyihir!”

Bersama dengan teriakanku, wanita itu terdorong dari atas kereta. Aku melompat menghampirinya dan membuat tameng api ketika muncul anak panah dari kedua tangannya. Aku tersenyum miring ketika kami sudah saling berhadapan. Mata hitam kelamnya menatap mata merahku nyalang.

Pantas saja ada yang aneh dari dirinya, aura yang dimilikinya terasa sangat berbeda dari Dongpyo dan ayahnya. Tapi, kini terlihat begitu jelas saat aku menggunakan kekuatan. Ternyata seperti ini penampakan penyihir, terlalu buruk bagiku.

“Jauhi suami dan anakku!” Teriaknya dengan pendar hitam yang keluar mengelilingi tubuhnya.

Aku mengangkat bahu. “Bukankah dilihat dari manapun kau lebih berbahaya dariku?”

“Ish!”

Dia kembali mengarahkan kedua tangannya padaku. Kali ini mengeluarkan tali yang begitu panjang, berusaha untuk melilitku. Aku menghindar dengan melompat keatas pohon dan menyerangnya dengan pusaran api. Dia kebingungan di dalam pusaran apiku. Dia berusaha menghilangkan pusaran apiku dengan kekuatannya, namun gagal. Sekarang dia mulai sesak napas karena kekurangan oksigen.

Apiku terbelah saat aku melompat turun dan mendarat tepat didepannya. Kucekik lehernya kuat hingga tubuhnya terangkat dari tanah. Kedua tangannya menggenggam pergelanganku dan mencakarinya, membuatku terpaksa melemparnya ke sembarang arah sampai dia membentur sebuah batu.

Darah mengalir pelan dari keningnya dan memekik histeris ketika merasakannya. Kini dia berlari menghampiri dan mencoba menyerangku dalam jarak dekat, dengan pedang yang mengayun. Meskipun aku tidak memperkirakannya, penyihir itu kembali terluka karena mencoba menembus lingkaran api yang mengelilingiku.

“Sudah selesai?” Ejekku.

“D-dasar monster gila.”

Aku berjalan perlahan menghampirinya. Melihatnya sedang terkapar di tanah, membuat tanganku terulur untuk membawanya berdiri sejajar denganku. Kutarik tubuhnya dan mendorongnya pada sebuah pohon. Kutekan perpotongan lehernya dan mulai berbicara.

“Berani sekali kau menyebutku monster. Padahal kau mendapatkan kemurahan hati dari kakekku. Sudah kuduga ada yang mencurigakan darimu sejak awal. Aku tidak pernah menduga akan bertemu penyihir lemah sepertimu.”

“Kurang ajar.” Rintihnya ketika api di lenganku mulai membakar pelan kulitnya.

“Aku sudah sering dengar itu. Jadi katakan, apa yang sebenarnya ingin kau lakukan padaku?” Dia masih menatapku tajam. “Aku tahu kau menaruh sesuatu di dalam bukuku. Aku tidak sebodoh itu untuk kau tipu.”

“Mereka akan membunuhmu Rose! Kau tidak akan bisa mengambil bola-bola itu!” Pekiknya.

Aku mendenguskan senyum miringku. “Kau tahu namaku rupanya.” Aku mengendurkan sedikit tekanan di lehernya. “Siapa yang akan membunuhku? Katakan namanya. Akan kubunuh mereka sebelum itu. Lagipula aku memang tidak berencana meminta bola itu dengan cara baik.”

“Kenapa kau harus bersusah payah seperti ini Rose, bukankah menjadi istri dari pewaris tahta sudah cukup bagimu?” Sindirnya yang membuat alisku menukik. “Jangan kau kira kami seburuk itu, tanpa tahu alasannya.”

“Jadi kalian selalu bertukar berita huh?" Aku menghela napas ringan, kesal. "Katakan dimana letak bola-bola itu dan akan kubiarkan kau hidup.”

Dia tertawa remeh. “Kau pikir kau mampu mengatasinya?”

“Mengatasi apa?”

“Akibat dari perbuatanmu ini. Tidak semua hal harus kembali ke tempatnya Rose. Ada beberapa hal yang lebih baik tersembunyi dan dibiarkan apa adanya.”

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang