BAGIAN 47

26 8 0
                                    

.
.
.

Dengan amarah yang memuncak, Eunha terus menggunakan kekuatannya untuk membuka segel. Tapi, percuma saja. Segel ini cukup kuat. Kekuatannya saja tidak akan mampu membuka segel ini. "ARGGH… bagaimana cara lepas dari segel ini?! Apakah kita akan terus terkurung seperti ini?! Tidak kusangka Chanyeol akan mengurung kita bersama dan melanjutkan perang sendirian. Tapi, bukankah ini terlalu berlebihan?!"

Aku mendengus mendengar kemarahan Eunha. "Bisakah kau tenang sedikit?” Eunha menatapku dengan wajah bersungut-sungut. “Dengan marah-marah tidak jelas seperti itu tidak akan membuat kita lepas dari segel ini.”

“Lalu? Apa kau ingin kita berdiam diri dan menerima nasib disini sedangkan Chanyeol dengan angkuhnya melakukan perang sendirian agar mendapat sanjungan dari bangsanya sendiri?!”

“Sudah kubilang, tenanglah!” Eunha terdiam. Aku menarik napas dalam dan mendongak melihat air terjun. “Chanyeol memang benar-benar bodoh. Mengurungku di air terjun kekuatan? Hah.. benar-benar sebuah kesalahan besar.”

Eunha menatapku dengan alis bertaut. “Melihatmu bereaksi sangat tenang ketika keadaan genting begini membuatku takut saja.”

Aku tersenyum dan berdiri menatap arca cawan kekuatan yang hancur karena seranganku. "Dia hanya melihat hal kecil, seperti mengurungku dengan segelnya. Tapi, tidak melihat gambaran besarnya, bahwa aku bisa mempermainkan kekuatannya disini. Hal positif lainnya aku jadi punya kesempatan untuk melakukan ritual itu."

"Apa kau sungguh yakin akan melakukannya Rose? Mungkin saja itu akan sangat menyakitkan." Tanya Jisung sedikit khawatir.

"Risiko tetap akan ada dalam segala keputusan." Balasku.

Kerutan di dahi Eunha semakin dalam. “Risiko kecil atau besar yang kau maksud?"

Aku tersenyum. “Kalian nilai saja sendiri nanti.” Aku mengelus perut besarku perlahan, “jika risikonya kecil, maka aku tidak akan berhutang apapun lagi pada kalian. Tapi, jika risikonya besar.. aku mau kalian menjaganya." Semua orang menampilkan wajah terkejutnya.

“Apa maksudmu?” Sebuah suara berat terdengar di luar segel. "Jangan bilang kalau kau ingin meninggalkan anakmu itu pada orang lain. Kuperingatkan kau untuk tidak membuat orang lain repot dengan mengurus anakmu. Urus dia sendiri.”

“Dia masih punya ayah.”

“Dan kurasa ayahnya sama sekali tidak peduli dengan anaknya. Jadi, rawat saja sendiri anakmu.”

“Jangan sembarangan menilai, Joshua.”

“Tunggu,” sergah Eunha, “sebenarnya apa yang kalian bicarakan? Kenapa anakmu harus dirawat orang lain?”

Aku tersenyum tipis. “Itu adalah risiko besarnya. Ada kemungkinan anak ini akan tumbuh besar tanpa ibunya. Dan jika hal itu terjadi, aku ingin anak ini hidup bersama ayah, paman-paman, dan bibi-bibinya. Aku percaya pada kalian.”

“Rose! Jangan gila kau.”

“Aku tidak mau mengakui ini sebenarnya, tapi tubuhku sudah kelelahan. Aku ingin istirahat panjang.”

Eunha mencengkeram kedua bahuku. “Kalau begitu jangan lakukan apapun. Kalau kau terus bersikukuh melakukan rencanamu itu.” Eunha tidak mampu meneruskan kata-katanya. Aku hanya tersenyum melihatnya.

Kulepas cengkeraman tangan Eunha dan kembali beralih kepada Joshua. “Bagaimana keadaannya?"

Joshua menatapku datar. Sudah kuduga dia juga tidak setuju dengan rencanaku ini. Dia menarik napas dalam dan mengatakan, "kurang lebih seperti yang kita rencanakan. Chanyeol akan bertemu dengan Kim Soo Hyun di medan perang. Skenario terburuknya, mereka akan berduel satu lawan satu sampai mati.”

Aku mengangguk. "Berarti sekarang tinggal aku yang harus menyelesaikannya."

"Apa kau sanggup menanggung semua hal bersamaan? Memecah kekuatan pasti akan menyedot banyak energimu. Pikirkan juga kondisimu yang akan melahirkan itu." Ucap Joshua tegas sekaligus lembut, dan khawatir.

Aku tersenyum. "Ini sudah menjadi peranku dalam rencana kita. Hanya saja aku ingin satu hal untuk kau lakukan." Joshua diam, membiarkanku untuk melanjutkan. "Dimanapun dan apapun kondisinya, kau harus membawaku pergi ke rumah sakit Spinford. Aku ingin Jennie membantuku melahirkan."

“Apa?!” Mata Eunha kembali melotot. "Apa kau tidak tahu keadaan disana? Pasukan Chanyeol sebentar lagi akan menaklukkan Spinford. Kota itu sebentar lagi akan menjadi medan perang. Kalau kau melahirkan disana, yang ada kau dan anakmu akan langsung dibunuh."

“Selama ada taehyung disana, anak ini akan aman.” Aku kembali beralih pada Joshua yang terdiam kaku di luar. "Kau akan melakukannya kan, kau sudah berjanji."

Joshua masih terdiam. Sesaat kemudian dia berkata, “aku ingin tahu alasannya terlebih dahulu. Kalau alasanmu tidak masuk akal, aku dan yang lainnya yang akan membantu persalinanmu disini.”

Aku menarik napas perlahan. "Ini adalah salah satu cara untuk menyelematkan kalian, para roh dan juga putraku." Aku menatap Joshua. "Kau pernah dengar tempat paling aman adalah berada di dekat musuhmu. Kim Soo Hyun tidak akan sadar anakku berada di Spinford hingga aku berhasil membunuhnya." Aku beralih pada ketiga penyihir. "Dan kalian, saat perpindahan itu terjadi, kalian harus berada di kota kalian masing-masing untuk menanamkam bola kekuatan dan memperkuat diri kalian. Semua harus berjalan bersamaan dan satu-satunya cara agar kita menyelesaiknnya adalah pergi ke Spinford."

"Tapi, itu adalah tindakan nekat Rose!" Teriak Eunha.

"Kalau kalian sekhawatir itu, berdoa saja semoga semuanya tidak ada kendala. Kalian sudah sejauh ini percaya padaku, kumohon percayalah padaku hingga akhir dan kita semua bisa hidup normal selamanya."

Setelah itu, aku berbalik dan memulai ritual. Alasan kenapa aku harus melakukan ritual pemindahan roh adalah karena aku mulai lelah. Mungkin benar aku menjadi kuat dengan seluruh roh ini, tapi aku merasakan semakin lama bahwa tubuhku tidak mampu menanggung tekanan dari setiap kekuatan yang bergantian keluar.

Aku sempat berpikir mungkin inilah mengapa para penyihir dulu memecah kekuatan, dan memberikannya pada beberapa orang dengan kemampuan khusus.  Eunha, Jisung, dan Yuna adalah contohnya mereka murni seorang penyihir yang sejak kecil sudah dilatih untuk mengendalikan dan menggunakan kekuatan. Tetapi, aku… aku hanya manusia setengah arven yang tiba-tiba menjadi roh juga.

Aku kira semua akan baik-baik saja dan tubuhku akan beradaptasi. Namun lambat laun aku mulai merasa kesakitan. Fisik manusiaku tidak akan bisa menahan kekuatan ini lagi. Terlebih kini ada satu nyawa yang berada di rahimku. Bagaimanapun akhir dari perang ini, kurasa aku akan tetap mati. Tentu saja tidak ada risiko kecil disetiap keputusanku.

Jadi, kuputuskan untuk memastikan para roh berada di tangan yang tepat sebelum aku meninggalkan dunia.

"Rose, kau masih bisa berhenti sekarang." Ucap Yuna lemah. "Jangan paksa dirimu untuk melakukannya hanya demi orang lain, pikirkan dirimu juga."

Selain itu, alasan terkuat ku untuk melakukan ini yaitu, agar aku bisa melahirkan anakku. Dengan semua kekuatan ini tidak hanya tubuhku yang melemah tapi anakku juga. Aku harus bersusah payah selama mengandung untuk mempertahankannya, dan hanya ini cara agar dia bisa lahir dengan selamat.

Aku hanya ingin menjadi bunga mawar yang merekah dengan indah tanpa duri yang mengiringinya. Semua pengorbananku ini kuharap setimpal.

.
.
.


Harapan itu besar dan indah
Sedangkan,
Kenyataan itu kecil dan abu-abu

P-4

faditari_13 & kwon_seorind

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang