BAGIAN 14

60 11 3
                                    

.
.
.


“Singkirkan dia dari hadapanku segera!” Suara lantang itu menarik atensi orang yang berada di luar bangsal ini. Hingga Dokter Lee muncul dengan setengah berlari menghampiri keributan yang terjadi. Tapi memang inilah yang kutunggu untuk rencana kami. Kulihat Minhyun berjalan di lorong yang berseberangan dengan cepat dan mengangguk memberikan tanda.

“Cepat, seret dia kalau perlu!” Suara itu kembali memerintah. Kukuatkan pijakan kaki dan mendorong beberapa prajurit yang berusaha menyeretku menjauh dari  pintu.

“Rose! Apa yang kau lakukan?! Pergi dari sana sekarang juga!” Dokter Lee mulai mendekat berusaha meraihku. Terlambat. Dua orang prajurit sudah lebih dulu memegang kedua lenganku dan menyeretku menjauh dari pintu.

“Lepaskan aku! Kubilang lepaskan!” Aku berusaha memberontak dengan mencoba menendang tulang kering salah satunya hingga ia merintih dan genggamannya terlepas.

Aku berjalan mundur dengan punggung menutupi posisi pintu sebelum pipiku kembali ditampar dengan begitu keras hingga jatuh tersungkur. Sebuah tangan besar mengapit daguku kasar, memaksaku mendongak menatapnya.

“Gadis kurang ajar, berani sekali kau bertingkah seperti ini di hadapanku.” Ucapnya pelan dengan jari-jari yang semakin menekan rahang bawahku.

Aku tersenyum sarkas, “Dimana lagi harus saya tunjukkan sifat saya ini kalau tidak di depan anda pak presiden?"

PLAAK!!

“Tutup mulutmu selagi bisa. Sebelum kurobek hingga telinga.”

Dengan suara serak aku kembali bersuara, “Lakukan saja kalau anda memang mampu. Saya tidak takut sama sekali.”

Dia membuang kasar wajahku menyisakan rasa ngilu di pipi. Tubuh tegap dan tingginya berdiri menjulang di hadapanku dengan begitu angkuh. Meskipun pandanganku tertutup rambutku yang kusut berantakan, aku jamin wajahnya saat ini sedang merah padam menahan amarah.

“Pegangi dia! Kau, cepat buka pintunya!” Seseorang menarik kedua tanganku ke belakang membuat ruang gerakku terbatas. Aku kembali berteriak dengan parau sambil meronta ketika salah seorang prajurit berhasil meraih pegangan pintu. “Lepaskan aku!” Teriakku sambil meronta-ronta.

Pintu terbuka. Suara monitor jantung terdengar perlahan. Jantungku bergemuruh cepat, mengira-ngira apakah Sehun dan Minhee berhasil menjalankan tugasnya.

Prajurit itu keluar dari ruangan. “Tidak ada siapapun selain seorang bocah pak!”

Aku menghela napas lega. Kutatap wajah sang presiden dari bawah dengan sebuah senyum remeh terpajang.

“Dimana dia?!” Sentak sang presiden.

Aku tertawa. “Siapa?” Tidak terima kuperlakukan dengan rendah, tangannya mulai meraih rambutku dan menariknya keras.

“Katakan, dimana dia!”

Mendengarnya membuat senyumku semakin lebar. “Jadi, dia masih hidup, huh? Kasihan sekali.”

“Sialan!” Desisnya yang entah mengapa membuatku senang.  “Cari pria itu di seluruh tempat. Bawa dia padaku hidup-hidup atau mati.” Dia menoleh ke arahku yang tertunduk lemah di dekat kakinya. “Bawa gadis ini ke istana. Kurung dia di penjara bawah tanah-“

“Ayah!”

Dia datang, akhirnya.

Langkah kaki lebar itu mendekat dengan cepat, namun tetap menyalurkan aura wibawa dan mematikan persis ayahnya yang kini menatapnya nyalang. Helaan napasku yang terengah menahan rasa sakit menarik perhatiannya dengan mata memerah dan tangan yang terkepal.

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang