BAGIAN 49

46 8 3
                                    

.
.
.

Jennie menggulung kain sampai memadat dan mengarahkannya pada mulutku. Aku menggigitnya sekuat tenaga. Dia mengenggam tanganku erat. “Bertahanlah Rose.”

“Kita mulai. Mess.” Sehun berucap. Begitu ujung pisau itu menyentuh kulitku aku merasakan rasa panas yang tidak terkira. Seluruh tubuhku menegang dan aku mengerang hebat. Air mataku keluar membasahi wajah. “Tahan kedua kakinya.”

Arrgghh Sakit!

Keringat mengucur di keningku ketika Sehun masih merobek perut bawahku. Aku berteriak dan teredam karena kain di mulutku. Kakiku hendak terangkat namun gagal karena ada dua perawat yang memeganginya erat.

“Sudah terbuka, kita angkat bayinya.” Ucap Sehun.

“Aku akan mengangkat bayinya.” Minhyun bersiap dengan menyiapkan sebuah kain di pelukannya. “Ini dia.” Aku berteriak sekuat tenaga lagi ketika merasa sesuatu benar-benar keluar dari perutku.

“Dia sudah keluar Rose. Bertahanlah sebentar lagi.” Ucap Jennie menguatkan.

“Tali pusar sudah dipotong.” Minhyun meraih anakku sepenuhnya dan merengkuhnya.

“Siapkan benang jahit.” Perintah Sehun pada perawat disampingnya.

Aku terengah-engah kehabisan tenaga. Aku pernah dengar kalau rasa sakit melahirkan normal berkali-kali lipat lebih sakit daripada operasi caesar. Aku tidak membayangkan bagaimana sakitnya melahirkan normal setelah mengalami operasi caesar ini. Tapi, dalam kasusku ini aku tidak di bius. Mungkinkah rasa sakitnya sama?

Tidak.. aku tidak peduli. Rasa sakit ini masih bisa kuatasi. Yang terpenting sekarang adalah bayiku.

Kenapa.. kenapa bayiku tidak menangis? Kenapa anakku tidak menangis?

Sehun sudah menyelesaikan prosedur operasi. Tanpa ragu aku bertanya, “Ada apa?” Aku melihat Jennie yang terlihat membeku ditempatnya. “Jennie-ya. Ada apa?”

“Rose, Anakmu.. dia...”

Aku berusaha bangkit dan duduk dengan sedikit rintihan. Dengan mata sayu aku melihat Sehun dan Minhyun yang membelakangiku. “Berikan dia padaku.” Mereka tidak bergeming sama sekali. “Berikan anakku, Hwang Minhyun.” Ucapku keras.

Sehun berbalik menghadapku lebih dulu dan menatapku nanar. Minhyun lalu mengikutinya dan berjalan perlahan menuju kearahku. Dapat kulihat dalam pelukannya, anakku masih dipenuhi darah. Namun, aku tidak melihat pergerakannya. Dengan raut sedih, Minhyun memberikan anakku padaku.

Ketika anak itu berada di pangkuanku, aku merasa begitu tenang. Laki-laki. Persis seperti yang kulihat dalam bayangan Johnny. Aku tersenyum dan mengusap pelan kepalanya.

“Dia tidak bernapas Rose.” Ucap Minhyun penuh sesal.

“Dia baik-baik saja.” Balasku tenang. Aku menggenggam jari-jari kecilnya. “Dia baik-baik saja.”

Suasana didalam ruang operasi menjadi sangat hening. Hanya ada suara isakan kecil, tanpa aku menoleh aku tahu kalau dia adalah Jennie. Aku juga tahu kalau Sehun kini sedang mendengus kasar, kesal karena aku bilang anakku baik-baik saja mungkin.

Pintu terbuka tiba-tiba dan menampilkan Taehyung dengan raut yang sulit untuk dijelaskan. Dia menatap lurus langsung kearahku yang menggendong bayi kami. Dia melangkah mendekat dengan mata membulat dan sedikit bergetar. “Aku dengar, dia tidak bernapas.”

“Kau salah, dia masih hidup.” Bisikku dan mengecup pelan hidung kecilnya. “Hei, kau tidak mau melihat ibu? Sayang, ibu di sini. Tak apa, jangan takut.” Aku memeluknya dengan erat. “Kau pasti bisa, pelan-pelan saja.”

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang