BAGIAN 44

25 9 0
                                    

.
.
.

"Rose." Aku segera menyembunyikan mangkuk pemberian Chanyeol yang isinya sudah kulahap habis ketika Eunha memanggil dan mendekat. Aku meneguk air yang diberikan oleh Chanyeol saat Eunha berjongkok didepanku. “Apakah saudaramu itu bagian dari kita atau musuh? Kenapa dia malah mendekat kesana?” Ucap Eunha dengan lirih.

Aku mengusap bibirku dengan punggung tangan, menghilangan bekas air disana. “Biar aku yang urus.”

“Pastikan saja secepatnya. Aku akan membiarkannya jika memang dia ada dipihak kita. Jika dia ada dipihak musuh maka jangan salahkan aku jika akan ada pertarungan tidak terduga antara aku dan dia.”

"Selama aku masih hidup dia tidak akan berani macam-macam."

"Aku tahu.” Eunha memicingkan mata kearah Joshua berada. “Tapi dia terlihat sangat mencurigakan. Dia seperti berdiri di dua sisi.” Aku menoleh ke belakang, melihat Joshua yang seperti tengah mencari-cari sesuatu di depan sana. Aku tidak menyalahkannya jika dia mengkhawatirkan sang pujaan hatinya itu. Cinta memang bisa membutakan siapapun dan apapun, aku pernah mengalaminya. “Kuharap kau hati-hati dengannya. Bilang saja kalau dia berniat berkhianat. Aku yang akan urus.”

Aku menatap Eunha tenang, "Ya, kau tenang saja." Aku mengerjap beberapa kali. “Pergilah ke posisimu. Mungkin penyerangan akan terjadi lebih cepat.” Eunha mengangguk dan pergi, kembali ke posisinya.

Sepeninggal Eunha aku mulai melacak keberadaan Joshua, dan melihatnya terdiam sembari menatap pasukan musuh. Mungkin benar, perang ini akan memiliki akhir yang menyakitkan untuk setiap orang dengan caranya sendiri. Dan ketika terjadi, akan seperti apa diriku nanti.

.
.
.


Kami sudah bersiap, rencana sudah disebar. Sudah cukup bagiku mengumpulkan energi dan menata kekuatan agar mampu mendukung setiap pergerakan dari bangsa Arven dan penyihir. Kondisi prima adalah yang paling penting, aku tidak mungkin memperlihatkan diriku yang lemah pada pasukanku, apalagi pada Taehyung nanti. Aku harus berdiri dengan kukuh, memberi motivasi dan semangat secara tidak langsung agar pasukanku tidak gentar menghadapi apapun yang ada didepan.

Aku berjalan menuju barisan paling depan, memimpin pergerakan dengan setenang mungkin. Aku mulai menyebarkan angin secara perlahan sembari membaca pergerakan lawan. Dalam mode Arven aku menggunakan mataku dan melihat keadaan dengan menembus setiap pohon di hutan ini.

Mereka menunggu.. pasukan musuh menunggu. Dengan gestur siap. Mesin-mesin perang siap. Sangat banyak. Terlalu banyak. Aku tahu, tanpa harus menghitung, bahwa kami kalah jumlah, banyak sekali. Hanya kekuatan magis satu-satunya harapan kami. Kuharap cukup, paling tidak seimbang.

Pasukan musuh memenuhi setiap inci daratan, mengambil semua keuntungan yang dapat ditemukan. Kalau mau, aku bisa menyudutkan mereka ke sisi hutan dengan pepohonan paling lebat. Tapi pastinya, mereka sudah memperhitungkannya. Mereka juga lebih berpengalaman. Pastinya, ada berbagai macam kejutan yang mereka siapkan untuk kami. Itulah gunanya aku, memprediksi apapun itu rencana kejutan mereka. 

Mataku bergetar. Seseorang dengan baju tempur lengkap berjalan melewati baris depan pasukan. Tameng besi dengan lambang negara mengkilat-kilat. Senjata tembak berukuran cukup besar ia pegang dengan satu tangan, tidak lupa beberapa senjata lain yang tersimpan rapi didalam saku-saku baju tempurnya. Raut wajah tegas dan tanpa ampun ia perlihatkan. Dia berhenti di barisan paling depan. Menatap jauh dengan semangat membara.

Dia disini. Kim Taehyung benar-benar di sini.

"Rose, fokuslah." Bisik Yuqi yang menyadarkanku.

Bohong jika kubilang aku tidak senang melihatnya lagi. Tapi, kami sedang tidak berada di rumah sakit atau istanannya yang nyaman untuk sekadar bertegur sapa.

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang