BAGIAN 12

63 13 0
                                    

.
.
.


“Apa?”

“Hm? Apa itu membuatmu terkejut?” Aku masih memasang wajah bingung membuat Taehyung semakin tersenyum. “Kurasa ini di luar harapanmu.”

Aku mengerjap-ngerjap dan membenarkan raut wajahku. “Tentu, bukankah itu terlalu biasa untuk putra seorang presiden?”

Pria tua itu terkekeh, entah menertawakan apa. “Kau memang istimewa. Tidak ada satu orang pun di negara ini yang berani berucap se-sarkas itu pada putraku. Apalagi ayahnya berada disini.”

Kupandang wajahnya lurus, “Mungkin karena aku tidak termasuk ke dalamnya. Siapa sangka aku akan bertemu dengan orang nomor satu negara ini dalam keadaan yang begitu nyaman seperti ini.” Aku harap dia menyadari bahwa aku adalah salah satu orang yang mengharapkan kematiannya.

“Kalau bukan dalam keadaan seperti ini dimana kau ingin bertemu denganku nona Park?” Jawabnya begitu tenang membuatku semakin terbakar amarah.

“Dimana pun itu, saya harap anda mau mendatanginya. Karena, rawa lumpur pun bisa menjadi tempat yang indah untuk saling bertemu.”

Sang presiden bungkam. Kurasa perkataanku sudah jelas menggambarkan seberapa besar ketidaksukaanku padanya. Bangkit dari duduknya, tangannya secara otomatis bertaut dibalik punggungnya. Kurasakan sebuah genggaman kuat di lengan atasku ketika pria tua itu berdiri tidak jauh dari posisiku.

“Aku tidak tahu apa yang telah kulakukan padamu nona Park. Satu hal yang kuyakini untuk tidak melakukan sesuatu padamu sekarang juga adalah karena putraku.”

Taehyung menggeser tubuhnya untuk menutupiku dari ayahnya. “Akan kupastikan Minju baik-baik saja. Semoga perjalanan pulang anda lancar.”  Ucap Taehyung sambil sedikit menundukkan kepalanya. Kutatap punggungnya dengan mata memanas. Kenapa aku terharu dengan sikapnya yang mencoba melindungiku.

Sepeninggal sang Presiden dan dokter Lee, ruangan luas ini terasa begitu kosong. Tidak ada yang memulai pembicaraan di antara kami. Kurasa kami sama-sama terganggu dengan kata-kata terakhir yang keluar dari mulut sang pemimpin itu.

‘Berhati-berhatilah nona Park, bahkan di dalam mimpi sekalipun. Siapa tahu kau tidak sempat menyadari mana kenyataan dan mana yang sekedar mimpi.’

Aku duduk diatas kursi kecil menghadap wanita yang baru saja ku operasi tadi. Aku bahkan tidak menyadari paras cantiknya. Meskipun tidak semirip Taehyung dan ayahnya, dia memiliki aura kalem yang mematikan.

“Kau tidak pernah cerita kalau punya adik perempuan.” Mulaiku membuatnya menghela napas.

“Karena itu bukan sesuatu yang layak untuk diceritakan.”

Aku tersenyum dan mengalihkan pandangan pada tetesan cairan infus yang turun perlahan. “Lalu hal seperti apa yang layak diceritakan?” Mengatakannya membuatku teringat akan sesuatu, “Bagaimana dengan penjelasan kejadian pagi tadi? Setidaknya aku harus tahu alasan kenapa anak buahmu merusak pintu kamarku.” Taehyung diam.

Tidak biasanya dia akan membiarkan pertanyaanku terabaikan.

“Atau harus kuganti pertanyaannya? Dimana Joshua sekarang? Apa yang sudah kau lakukan padanya, Kim?”

Tubuh itu tak bergerak sedikit pun bahkan ketika kutatap tajam punggungnya. Apapun alasan kebungkamannya, batinnya pasti sedang bersiteru untuk memutuskan mengatakannya atau tidak. Mengenalnya selama lima bulan terakhir membuatku tahu apa kelemahannya padaku, menatap kedua mataku. Itulah mengapa punggung itu tidak segera berbalik menghadapku sekarang.

Menunggu bukanlah hal yang kusukai. Kurasa Taehyung juga tidak akan mengucapkan apapun padaku saat ini. Itu artinya tidak ada gunanya juga bagiku tetap disini. Maka kuputuskan untuk meninggalkannya. “Temui aku bila kau sudah memutuskan untuk mengatakannya. Untuk ajakanmu tadi… aku rasa itu tidak perlu.”

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang