BAGIAN 37

39 11 0
                                    

.
.
.


Ketika kepulan angin berangsur menipis, Joshua memberanikan diri untuk berdiri sejajar di sampingku. Entah perasaanku saja atau memang seperti ini seharusnya, hawa yang memancar dari dalam gerbang itu terasa begitu campur aduk. Kemarahan, kesedihan, hingga keinginan balas dendam menguar begitu kuat padahal aku masih berada di luar gerbang.

"Kau merasakannya?" Tanya Joshua datar.

Aku menajamkan mataku untuk melihat lebih jelas kedalam. "Kau juga?"

"Mungkin mereka mengira kita musuh."

Kedua alisku bertaut. "Kalau begitu kita harus bersiap." Dapat kurasakan kekuatan unik yang begitu banyak dari dalam sana. "Akhirnya kita mendapat lawan yang seimbang." Ucapku ketika mataku menerawang jauh ke depan dan mendapati lapisan barikade yang siap menyerang kami. Aku menelan ludah melihat wujud mereka.

"Ada berapa banyak?" Tanya Joshua yang mulai mengumpulkan kekuatan juga.

"Mungkin tidak sebanyak pasukanmu tapi, beberapa makhluk di sekitar jumlahnya puluhan." Jawabku sambil terus memindai keadaan.

"Pemimpinnya?"

Aku memicingkan mata. “Seorang pria dengan tatapan tajam yang juga sedang menatapku." Aku sedikit terkejut ketika menyadari bahwa orang itu mungkin masih memiliki darah bangsawan Arven, sepertiku.

"Baiklah apa lagi yang kita tunggu?" Ucap Joshua.

"Kurasa kau bersikap tenang seperti itu karena ada aku disini." Sindirku. “Walau begitu, jangan gegabah.” Melihat wujud mereka seperti itu dan juga pria yang kuduga masih memiliki darah bangsawan Arven itu, mereka pasti tidak mudah dihadapi. Terlebih lagi, aku datang tidak untuk berperang. Tapi tidak ada salahnya berjaga-jaga.

Dapat kudengar Joshua mendengus. "Tentu."

“Aku akan membukakan jalan." Aku berjalan pelan mendahuluinya memasuki pintu gerbang dengan tangan siap mengeluarkan kekuatan.

Dengan cepat aku langsung melompat menghindari  sebuah lecutan angin yang datang secara lurus kearahku. Aku mendarat dengan mulus. Kuarahkan pandanganku lurus kedepan dengan tatapan tajam. Bersiap untuk serangan selanjutnya.

"Mereka tidak akan membiarkan kita bicara atau menjelaskan apapun." Ucapku.

"Mereka sulit juga ternyata. Baiklah, tidak ada cara lain selain bertarung rupanya." Balas Joshua.

“Kuperingatkan, kita disini tidak untuk membunuh. Walau mereka sepertinya ingin membunuh kita.”

Sebuah pendar cahaya bersinar terang di langit, seiring dengan arahan tanganku. Aku berlari dengan tangan berapi dan mulai menghantam tanah dengan keras. Sebuah tembok tinggi muncul dan runtuh dengan cepat digantikan semburan api yang tak terhingga. Aku menghempaskan beberapa makhluk yang mendekat dan membentuk kristal es dengan ujung kaki. Kuarahkan kristal-kristal itu pada beberapa hewan yang menerjang dari arah berbeda.

Joshua dengan kekuatan anginnya ikut membantu menyingkirkan beberapa lapis tanah yang sengaja dibuat. Layaknya pedang, setiap lapis tanah terbelah dengan lurus. Sedangkan aku melemparkan beberapa serangan ringan di sekitarnya untuk melindunginya. Berlari mengikuti langkah secepat anginnya kami mulai berhadapan dengan pasukan bersenjata.

Kubentuk sebuah pedang dari bongkahan air yang membeku dan memberikan satu pada Joshua. Tentu saja sebuah serangan tak terelakkan berhasil kutahan dengan sebelah tangan yang terlindungi tanah keras.

Swoosh 

Aku berputar dan membentuk pusaran api tinggi yang mengungkungku dan Joshua. Kulepaskan genggaman kekuatan dan mengarahkannya pada pria yang sejak  tadi menatapku tajam. Mata tajamnya itu sedikit menarik perhatianku. Lagi pula, kenapa dia hanya menatap tajam kearahku saja padahal ada Joshua juga. Selain itu kenapa dia tidak melakukan apa-apa?

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang