BAGIAN 25

55 12 3
                                    

.
.
.


Kutarik tudung jubahku sampai menutupi rambutku sempurna. Aku mengembuskan napas ringan dan mulai menelusuri jalan setapak di kota kecil ini. Kota yang sebelumnya memang akan kudatangi. Kota angin.

Bila benar dengan terbukanya mantra dari peta itu akan memberitahu para pemilik bola bahwa aku akan datang, itu akan sedikit menambah pekerjaan. Meski begitu, itu juga akan mempermudahkanku menemukan bola-bolanya. Mereka akan melakukan apapun untuk melindunginya dariku.

Setelah mengelilingi sekitar pasar, aku memutuskan untuk singgah di sebuah kedai dan memesan beberapa roti dan secangkir teh. Benar seperti yang dikatakan Dokyeom -Ayah Dongpyo- kalau di kota ini tidak ada satupun tentara pemerintahan. Tentu saja karena kota ini dilindungi oleh keturunan penyihir, terlihat sekali dari aura yang dipancarkan. Meskipun sulit dikenali dengan mata biasa, ada kesamaan pasti yang membedakan mereka dengan rakyat lainnya.

Guratan di leher, seperti kalung tapi tidak akan terlihat dengan mata telanjang. Harus menggunakan kekuatanku bila ingin melihatnya. Tunggu saja, aku pasti akan segera menemukan siapa orang yang memimpin mereka dan mengambil bola itu.

"Hei apa kau sudah dengar pengumuman dari kastil utama?"

"Pengumuman apa?"

Aku mengangkat kepala sedikit mendengar suara pria dimeja depanku. Sambil masih meminum teh, aku mencuri dengar pembicaraan mereka.

"Mulai malam ini akan diterapkan jam malam untuk semua orang."

"Ah, yang benar? Untuk apa peraturan seperti itu dibuat? Ada apa memangnya?"

"Benar, aku mendengarnya sendiri Nona Jung yang mengatakannya di alun-alun tadi. Kudengar ini ada hubungannya dengan buronan negara."

Jadi benar, dengan terbukanya mantra di peta itu para pembawa bola kekuatan akan mengetahui kedatanganku. Atau Kim Soohyun sendiri yang menyuruh para pembawa bola kekuatan itu untuk waspada? Tidak, kalau memang begitu harusnya sudah sejak berhari-hari lalu si Nona Jung ini memberikan peraturan itu.

"Aku dengar buronan itu seorang monster. Maka dari itu Nona Jung memberi peraturan itu agar kita tidak keluyuran saat malam hari untuk melindungi kita. Kau tahu kan monster itu hampir selalu beraksi saat malam hari." Orang itu bergidik setelah menyelesaikan kalimatnya.

"Tapi, kenapa terasa tiba-tiba sekali ya? Lihat, sampai para asisten muda kastel harus turun memeriksa keadaan pasar."

"Iya aku juga sempat melihat wajah Nona Jung ketika berkeliling tadi, seperti orang yang sedang khawatir."

"Sudah ikuti saja, lagipula tidak ada ruginya kita menuruti perintah kastel utama."

Aku meletakkan gelasku yang sudah kosong dan berdiri, berjalan kearah pemilik kedai untuk membayar.

"Permisi." Pemilik kedai menatapku. "Maaf, aku ingin bertanya sesuatu."

"Tanyakan saja nona."

Kueratkan genggamanku pada tali tudung agar dia tidak melihat rambutku. "Aku adalah pengembara dan baru sampai di kota ini. Boleh kutahu siapa nama kolonel yang memimpin di sini?"

Pemilik kedai itu mendenguskan tawa ringan. Sambil mengelap gelas dia berkata, "Nona kau pasti berasal jauh dari sini. Kota ini tidak dipimpin oleh suruhan presiden, tetapi oleh keturunan keluarga Jung yang sudah tinggal di sini sejak lama."

"Keluarga Jung?"

"Iya, keluarga Jung. Mereka itu salah satu keluarga tersohor yang memiliki kemampuan istimewa."

"Kemampuan istimewa? Penyihir?"

"Bukan, bukan penyihir. Mereka terlalu baik untuk disebut penyihir." Dia meletakkan gelasnya dan kembali mengambil gelas lain untuk dilap. "Nona Jung Eunha, dia yang memimpin disini setelah ayahnya meninggal. Dia memimpin kota ini dengan sangat baik. Dia juga sangat perhatian pada semua rakyatnya."

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang