BAGIAN 21

72 12 9
                                    

.
.
.


“Katakan padaku Rose, seberapa jauh kau akan berusaha membohongiku?” Dia memicingkan matanya. “Kau tidak berharap aku mempercayai sandiwaramu itu, kan?”

“Aku tidak berbohong. Semua yang kukatakan adalah kebenaran.” Jawabku dengan kaki yang sudah terasa lemas.

“Bagian mana yang kau tidak bohong Rose? Katakan yang sebenarnya, sebelum kesabaranku habis.”

Alisku bertaut bingung. “Sebenarnya apa yang ingin kau dengar dariku?” Tanyaku kesal karena dia terus menyebutku pembohong. “Pagi ini aku berusaha membunuh saudaraku karenamu, dan kehilangan adikku. Apa kehadiranku di sini tidak membuktikan apapun padamu?”

“Kau memanfaatkan putraku Rose. Kau menggunakannya untuk melindungi orang-orang itu dariku!” Bentaknya yang membuatku sedikit gentar. “Dia itu anakku, darah dagingku. Aku tidak akan membiarkan monster sepertimu menjadikannya boneka.”

Aku menunduk. “Lalu aku? Aku juga punya orang tua. Apa jadinya kalau mereka tahu kau juga memanfaatkanku untuk ambisimu?"

“Kau bukan manusia. Kau tidak punya hak untuk hidup di dunia ini. Nyawamu tidak lebih berharga dari sehelai rambut putraku, kau tahu?!”

Aku tertawa remeh. “Benarkah?” Kukeluarkan api dari telapak tanganku. Sisi arvenku muncul membuat ikatan rapi rambutku ikut terbakar dan membiarkan rambutku jatuh tergerai.

“Kau pikir aku akan takut dengan kau yang seperti itu?” Remehnya yang langsung kubalas dengan serangan api pada jendela kaca dibelakangnya hingga pecah berkeping-keping. Apiku masih bersarang di kusen jendela yang terbuat dari kayu dan semakin berkobar karena tiupan angin.

Dia mendenguskan senyum miringnya. “Lihatlah dirimu.. kau bahkan tidak tahu mau jadi apa. Arven atau manusia? Kau tidak berada di keduanya Rose. Kau hanya sebuah tubuh kosong dengan sedikit kelebihan. Hanya itu.”

Kutatap nyalang wajah yang kubenci itu. “Apa yang sebenarnya ingin kau katakan, tuan presiden?”

“Berhenti berbuat hal yang tidak ada gunanya. Kau bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya kau cari.” Dia bangkit dari kursinya. “Tujuan hidupku jelas Rose. Karena itu akan kulakukan apapun untuk mendapatkannya meskipun harus mengorbankan seluruh rakyat jelata di negara ini. Kalau kau?”

“Untuk apa aku mengatakan tujuan hidupku pada orang sepertimu?” Balasku ketus.

“Karena aku melihat begitu banyak keraguan dan rasa takut di balik mata bersinarmu itu. Kalau kau mau, aku bisa memberi saran untuk itu.”

“Katakan saja apa sebenarnya maumu.”

“Kata orang darah lebih kental dari air, tapi cinta itu bisa membutakan. Kuberi kau satu penawaran dengan dua istilah itu Rose.” Dia menaikkan dua jarinya. “Temukan dinding pembatas itu untukku dan akan kubiarkan kau tinggal di samping putraku, selamanya.”

Aku tersenyum kecut, “Untuk apa aku melakukan itu untukmu?”

“Untuk keselamatan saudaramu dan ini.” Sebuah bola kaca berwarna merah keluar dari balik kotak kayu kecil. “Bola pengunci kekuatan yang kau cari.”

“Tidak mungkin.” Gumamku terbata. Bukan karena aku tidak percaya itu asli, melainkan karena ukurannya yang hanya sebesar mutiara.

“Nenek moyangku tidak mampu menampung seluruh kekuatan bangsa Arven dalam satu tempat. Untuk itu mereka memecah menjadi lima bagian.” Terangnya sembari mendorong kotak kayu itu mendekat padaku. “Kau bisa mengambilnya. Kebetulan ini memang milikmu kan, kekuatan api.”

Aku menatap nanar pada bola kaca itu. Inikah yang dicari ayah hingga napas terakhirnya? Benda kecil ini? Aku tidak mengerti permainan seperti apa yang sedang dimainkan Kim Soohyun. Memberikan bola ini padaku sama saja bunuh diri baginya. Tapi mengapa dia memberikannya semudah itu?

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang