BAGIAN 31

65 14 5
                                    

.
.
.


“Choi Yuna? Kau pemegang bola pengunci kekuatan tanah?” Aku menjeda kalimatku sembari mengamati rautnya. Tanpa banyak bicara Yuna melempar bola pengunci kekuatan tanah padaku begitu saja. Kurasakan sebuah getaran kekuatan dari bola itu. “Ini asli. Bagaimana mungkin kau memilikinya?”

“Bukankah sudah terlihat jelas? aku seorang penyihir. Kuharap kau tidak lupa pertemuan terakhir kita.”

“Tapi, saat itu kau menyerangku.”

“Itu kulakukan karena merasa terancam. Sekarang tidak, lagipula kenapa kau hanya mengingat bagian aku menyerangmu dan bukan bagian aku membantumu?”

Aku mengerjap dua kali, lalu mengembuskan napas singkat. "Lalu apa alasanmu bersikap seperti ini? Kau takut mati atau bagaimana?”

“Mati? Untuk apa aku takut mati kalau kau sendiri yang akan menyelamatkanku?"

Aku menggenggam bola pengunci dengan erat dan menatapnya lekat-lekat. “Apa maksud ucapanmu kalau aku akan menyelamatkanmu?"

Ditengah kebingunganku, Vernon berbisik melalui benak kami. “Rose, Eunha dan Jisung datang."

Mendengar itu aku langsung menatap tajam Yuna. “Kau menjebakku?"

Yuna menjawab sambil membuka tudungnya, “Tidak.”

Aku tak bisa diam saja. “Wendy apa yang terjadi? Berapa banyak orang bersama mereka?”

Wendy diam sesaat, lalu menjawab, “Mereka sendiri Rose. Tidak ada pasukan.”

Penjelasan Wendy membuatku kembali bingung. Pasalnya dua orang itu baru saja mencoba mati-matian untuk membunuhku. Sekarang mereka menghampiriku tanpa ada raut ingin membunuh, melainkan raut kesal yang ditujukan untuk... Yuna?

Eunha dan Jisung semakin berjalan mendekat. Aku semakin menapakkan kakiku diatas tanah, berjaga-jaga jika mereka mulai menyerang. Alisku menukik saat melihat keduanya mendekati Yuna, bukan aku.

“Jadi,” Mulai Eunha sambil bersedekap, "kau tidak akan membiarkan kami kehilangan rumah kami dengan sia-sia kan?"

Yuna menutup mata cukup lama. Saat dia membuka matanya, kulihat matanya sudah berubah warna menjadi hitam seluruhnya. Mata penyihir.

Aku tersentak kaget saat tiba-tiba Yuna menoleh padaku. Dia mengangkat tangan kananku dan memperlihatkan kedua tanda yang baru saja kumiliki. “Lihat, Dia adalah orang yang kita cari.” Baik Eunha maupun Jisung langsung memasang ekspresi terkejut dengan mata hitam mereka.

"Lepaskan!" Kuhentakkan tanganku sampai terlepas dari cengkeraman Yuna. “Ada apa ini? Apa yang kalian lakukan sebenarnya?"

Yuna menghadapku. “Rose, kau ingat, aku pernah mengatakan kalau penyihir dapat melihat ingatan orang yang disentuhnya?" Kedua mata Yuna menatapku lurus. “Biarkan mereka juga melihatnya dan akan kujelaskan nanti.”

Aku membuka mulut untuk memprotes, tapi aku sudah kembali ditarik pada penglihatan akan masa depanku. Meringkuk. Tenggelam. Jatuh. Dan semuanya kembali gelap.

Aku membungkuk lelah karena ingatan itu. Napasku tersengal-sengal. Keringat bercucuran kembali. “Berhenti.. itu menyakitkan.”

“Yuna benar, gadis ini adalah orang yang kita cari.” Ucap Eunha.

Kuangkat pandanganku dan menatap tajam kearah mereka dengan napas tersengal-sengal. "Akan aku bunuh kalian!"

“Dan membuatmu kehilangan pengikut setia?" Sahut Jisung yang membuatku kembali bingung. "Jangan gila.”

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang