BAGIAN 46

32 8 0
                                    

.
.
.

"Rose!" Aku menoleh dan mendapati Eunha berjalan berdentum-dentum di sepanjang koridor. "Apa kau tahu yang baru saja si Chanyeol itu lakukan?" Ucapnya geram.

Sedangkan aku sudah tidak akan terkejut lagi dengan laporan macam apa yang akan Eunha katakan.

"Eunha, tunggu." Yuna menyusul dari belakang dengan raut cemas.

Eunha mengabaikan panggilan Yuna dan menatapku serius. "Dia bilang akan menggantikan posisimu, dan memimpin perang. Apa menurutmu itu masuk akal? Dia pikir dia siapa bisa mengatakan hal seperti itu? Kita yang sudah susah payah, kau bahkan harus melakukannya dalam kondisi seperti ini. Sekarang saat semuanya sudah terlihat mudah, dia ingin merebutnya begitu saja. Dasar tidak tahu malu!"

"Eunha, tenanglah.” Ucap Yuna berusaha menenagkan Eunha.

Sudah kuduga Chanyeol pasti akan berbuat seperti ini. "Aku sudah tahu tentang keinginan Chanyeol itu. Aku juga sudah menentangnya. Tapi dia dibutakan kekuasaan. Biarkan saja, nanti dia juga akan tahu akibatnya.”

"Lalu, apa kau akan diam saja melihat dia bertindak seenaknya?" Mata Eunha semakin melotot. “Aku tahu kondisimu sedang tidak memungkinkan untuk memimpin perang. Tapi setidaknya kau harus memberi perintah. Mau bagaimanapun, semua ini karena kerja kerasmu.”

Aku diam sejenak. “Dia akan melakukan semuanya dengan caranya.”

“Apa?!”

“Dengarkan aku dulu. Chanyeol akan melakukan perang dengan caranya sendiri. Aku tahu dia bisa menekan pasukan musuh. Walau sulit, paling tidak ada kemungkinan pihak kita akan menang dibawah kepemimpinannya. Yang harus kita lakukan sekarang hanya menunggu sampai keadaan mulai memungkinkan untuk kita bertindak dengan caraku.”

“Jadi, maksudmu kita akan membiarkannya begitu saja?” Tanya Yuna tenang.

Aku mengusap perutku yang semakin membuncit. “Kita hanya bisa menunggu. Jika kita sama-sama menyerang, maka tidak akan ada kesempatan bagi kita untuk menang dan semua yang kita perjuangkan akan sia-sia.”

Eunha mendengus. “Lalu, sampai kapan kita akan menunggu.”

“Sampai aku memanggil kalian lagi untuk melakukan rencanaku.”

“Jadi tidak ada waktu pastinya?” Eunha menghela napas kasar. “Kuharap hari itu cepat datang. Aku sungguh sudah muak dengan sikap Chanyeol itu.”

“Kau harus bersabar. Kemungkinan akan lebih dari 2 bulan kita menunggu.”

“Apa?!”

.
.
.

Tidak kuduga sudah lebih dari 5 bulan sejak perang antar bangsa manusia dan Arven terjadi. Kedua kubu benar-benar tidak mau menyerah sama sekali. Selama itu pula juga sudah banyak kerusakan dan nyawa yang melayang. Walau belum bisa dibilang kemenangan mutlak, namun pasukan Arven yang dipimpin Chanyeol sudah mulai menekan pasukan musuh sampai hampir ke Spinford. Ternyata boleh juga dia.

Tidak kusangka akan menjadi mudah begini. Park Chanyeol.. entah tidak tahu atau memang karena kebodohannya, dia tanpa sadar membuat rencanaku semakin mudah. Kurasa, sekarang adalah waktu yang tepat untuk menjalankan rencana itu setelah diam menunggu.

Aku mengusap perutku yang sudah membesar. Sebentar lagi anakku akan lahir. Hari bahagia yang aku tunggu akan datang. Aku tidak boleh terlalu banyak melakukan pergerakan yang akan membahayakan anakku sebelum lahir.  Ternyata tubuhku tetaplah tubuh manusia yang lemah, yang tidak mampu menjadi wadah untuk lima roh sekaligus. Apalagi sejak aku mengandung, tubuhku semakin hari semakin lemah. Aku benci mengakui itu sebenarnya, namun aku tidak dapat memungkiri kenyataan.

ENTER; NEW WORLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang