"Bahagia yang tercipta bersamamu tak akan sirna ditelan waktu."
~
🍂Raya sudah rapi dengan seragam batik dan ransel yang menempel di punggungnya. Gadis itu berdiri di depan pagar rumahnya menunggu Juan yang sedang mengeluarkan motor dari bagasi.
"Sut sut! Cewek...."
Raya spontan terkejut lantaran Satriya tiba-tiba datang dan menggodanya dengan menusuk-nusuk punggung Raya dengan telunjukknya dari depan pagar. "Ih, Sat! Ngagetin aja sih!"
"Hehehe, maaf. Mau berangkat sekolah ya? Kuy sama Aa."
"Pinter lo ya, Ray? Udah minta sopir pribadi lo buat jemput masih aja nyuruh gue nganterin?" ujar Juan yang sudah berdiri di belakang Raya menuntun motornya tak berselang lama setelah kehadiran Satriya.
"Eh, enggak, Kak. Gue nggak minta Satriya buat jemput kok."
"Hey hey hey! Sayang... Aku kan pacar yang paling peka sejagat raya. Tanpa diminta, pasti tahu apa yang kamu butuhkan," ujar Satriya dengan percaya dirinya menyela pembicaraan Raya dan Juan.
"Ya udah deh, lo berangkat sama Baby boy aja sana! Lagian gue juga mau nengokin pacar."
🍂
Raya berjalan menyusuri koridor meninggalkan Satriya. Laki-laki itu geleng-geleng kepala dan langsung menyejajarkan langkanya dengan menyisipkan kelima jarinya di sela-sela jari Raya. Spontan Raya terbelalak dan menghentikan langkah kakinya menatap sebal pada Satriya.
"Ih, Sat! Nggak tahu tempat banget sih!" Mereka masuk di lingkungan sekolah. Apa bila ada guru yang tahu tentu saja mereka akan mendapat kecaman."Biarin. Biar nggak kabur-kabur lagi," jawab Satriya dengan cuek seraya menarik Raya untuk melanjutkan langkahnya. Kehadiran mereka berdua mengundang perhatian setiap mata yang melihat. Banyak yang tak suka melihat kedekatan Raya dan Satriya. Mereka kira, Rayalah penyebab putusnya Satriya dengan Aurel dan seolah Satriya tak peduli dengan kematian Aurel juga pengaruh dari Raya.
"Sekarang jamannya pelakor. Hati-hati aja sama pacar masing-masing. Jangan sampai tuh kayak Kak Aurel. Lagi sakit malah ditinggal selingkuh. Kalau selingkuhnya sama yang lebih cantik sih wajar, nah ini B aja."
"Cih! Ninggalin berlian cuma buat batu kali."
Raya mendengarnya. Meskipun bisikan-bisikan itu samar-samar, tapi mampu menohok ulu hatinya. Raut wajahnya pun berubah. Satriya melirik adik-adik kelasnya yang bergerombol menggosipkan dirinya hanya tersenyum remeh. Mereka tak tahu yang sebenarnya terjadi, tapi seolah-olah mereka tahu semuanya.
Melihat gadis di sebelahnya sedih, Satriya langsung menutup kedua telinga Raya dan mendorongnya untuk berjalan lebih cepat. "Dengerin aku aja."
Spontan Raya terbelalak menatap Satriya, lantas mengulas senyumnya. Benar yang dikatakan Satriya. Tak perlu mendengar suara-suara yang menyakiti hati. Lebih baik diam dan menghindar agar telinga kita tak lebih banyak mendengar kata menyakitkan itu. Bukan pengecut, hanya saja tak ingin membiarkan penyakit bersarang di hatinya.
🍂
Satriya tak hanya mengantar Raya ke kelasnya, tapi juga menemaninya duduk di bangku Viola seraya menunggu teman sekelas Raya datang. Laki-laki itu menopang pipinya menatap Raya yang sibuk mengerjakan tugas. "Kamu ternyata bandel juga ya, Ra?" tanya Satriya dengan kekehan kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA (End)
Teen Fiction[Masih berantakan karena proses Revisi] Satriya hanya melihat Raya sebagai gadis yang menyukai Galang. Gadis itu sangat menjaga privasinya sampai tak ada yang tahu permasalahan sekecil apa pun yang menimpanya. Lambat laun Satriya semakin menemukan h...