5. Pusat perhatian

1.4K 147 3
                                        

Sebaik-baiknya kemarahan adalah diam.

🍂

Bus yang ditumpangi Raya tenyata sudah melewati gang menuju rumahnya. Untung saja tidak terlalu jauh. Setelah memberi aba-aba pada sopir itu untuk berhenti, Raya turun dengan raut wajah kesal sambil mengambil cermin kecil berbentuk doraemon dari dalam tas.

Raya berjalan menuju ke rumahnya seraya menatap pantulan wajahnya di cermin dengan teliti. Memastikan kalau laki-laki yang duduk di sebelahnya tadi tidak berlaku aneh-aneh. Wajahnya bersih tanpa ada bekas yang mencurigakan. Itu artinya dia aman.


Dengan langkah gusar, Raya masuk ke dalan rumah minimalis dua lantai milik kedua orang tuanya di sebuah kompleks perumahan sederhana. Kesan pertama yang ditemuinya adalah sepi. Tidak ada siapa-siapa, hanya terdengar suara gemricik air aquarium.

Di rumah itu kepribadian Raya terpecah. Dia terkadang menjadi gadis yang sangat keras kepala dan terkadang dia juga merasa menjadi gadis yang paling rapuh. Padahal dia ingin menjadi gadis manja dan periang seperti teman-temannya. Dia menganggap orang tuanya egois karena tak pernah memperhatikannya.

Mengingatnya hanya membuat isi kepala Raya berputar. Baru beberapa langkah memasuki rumah, tiba-tiba...

"Miauw.... " Seekor kucing berlari menghampiri dan menggosok-gosokan kepalanya di kaki Raya. Kucing itu adalah peliharaannya yang diberi nama Herjunot Ali, atau dia sering memanggilnya Junot. Herjunot Ali adalah nama aktor favorit Raya. Aktor paling tampan sejagad perfilmam Indonesia menurutnya.

Junot hanya kucing kampung biasa berwarna oranye yang dia temukan di pinggir jalan waktu hujan-hujan. Karena Raya rajin merawatnya, kucing itu berubah seperti kucingnya orang kaya. Bulunya lebat dan halus. Membuat siapa pun gemas melihatnya.

"Hay, Junot ... Momy pulang," sapa Raya sambil menggendong Junot ke kamarnya. Belum sempat mengganti seragamnya, Raya merebahkan tubuhnya di atas kasur bersama Junot yang bergelayut manja menggosok-gosok kepalanya di pipi Raya. Membuatnya geli dan tertawa sendiri.

Raya sangat menyayangi kucingnya itu. Mengingat dia anak tunggal dan orang tuanya sering tidak ada waktu untuknya. Dia memilih bermain dengan Junot. Bahkan saat hari minggu pun dia lebih memilih memandikan Junot dari pada dirinya sendiri meskipun seharian penuh dia tidak mandi.

Pernah waktu Junot manja dengan papanya, papanya justru menendang Junot dengan kasar membuat Raya marah dan tidak mau menyapa Papanya selama tiga hari. Mamanya juga pernah memukul kepala Junot dengan sendok sayur gara-gara Junot merusuh saat mamanya masak. Hal itu juga membuat Raya marah dan tidak mau bicara dengan mamanya. Mereka terlalu kasar pada binatang.


Sampai jarum jam sudah menunjukkan pukul lima sore, Raya masih terhanyut di alam mimpinya. Entah mengapa dia mudah sekali merasa lelah dan ingin beristirahat lebih lama. Suara mobil tiba-tiba terdengar memasuki bagasi dan derap langkah kaki mulai memasuki rumah dengan terburu-buru tanpa mengucap salam.

"Raya! lampu kenapa belum dinyalakan? Teras masih kotor pasti kamu belum nyapu? Sudah Mama bilang, kalau sore beres-beres rumah! Itu kamu lihat anak tetangga sudah bantu-bantu orang tuanya. Dasar, malas sekali jadi anak!" omel seorang wanita paruh baya yang masih memakai baju kantornya sambil menuju kamar Raya.

SAGARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang