Berapa lama pun waktu yang diberikan tidak akan ada habisnya hanya untuk menyesali semua kesalahan.
🍂Setelah mengetahui pengumuman hasil kelulusannya Raya langsung bergegas pulang untuk menemui orang tuanya. Sejak sakit-sakitan mamanya tak lagi aktif bekerja. Wanita itu menghabiskan waktu di rumah untuk mengurus keluarga. Bahkan sikapnya pada Raya juga mulai membaik. Dia tidak ingin Raya direbut oleh Samudra dan Nayla.
Nadia tengah menyiapkan makan siang untuk Raya. Dia juga was-was dengan hasil kelulusan anaknya itu. Dari dulu dia tidak pernah peduli sekeras apa Raya berusaha yang terpenting jangan sampai memalukan keluarga. Setelah melihat Raya belajar pagi siang sore malam hatinya mulai tergugah. Anaknya sudah cukup bekerja keras. Selebihnya adalah do'anya.
"Ma," panggil Raya dengan lirih ketika memasuki dapur. Dia berharap mamanya bahagia mendengar berita yang dia bawa.
Nadia menoleh menatap Raya yang diam mematung di ambang pintu. Wanita itu mengerutkan kening menunggu Raya melanjutkan ucapannya. Gadis itu melangkahkan kaki mungilnya untuk mendekati mamanya. Dia tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana. Dia tidak siap diabaikan mamanya untuk kesekian kalinya.
Raya segera menepis segala pikiran negatifnya. Entah apa pun reaksi mamanya dia harus siap. Dia harus belajar dewasa dengan menerima reaksi dari orang yang berbeda-beda. Jika reaksi mamanya saja tidak bisa dia terima bagaimana jika nanti dia memasuki kehidupan barunya di lingkungan yang nyata.
"Ma, Raya dapat juara tiga," ucap Raya dengan suara yang bergetar. Setidaknya dia lega telah memberi tahu pencapaian kecilnya pada mamanya. Mungkin tak berarti apa-apa bagi mamanya, tapi Raya ingin belajar berbagi kisah dengan mamanya seperti anak-anak lain di luaran sana.
Nadia menunjukkan reaksi tak terduga. Matanya berkaca menahan haru yang mulai melanda. Anak yang dia besarkan dengan setengah hati bisa membangkannya. Wanita itu pun langsung mendekati Raya dan memeluknya. "Kamu juara tiga, Raya?" tanya Nadia dengan antusias.
Raya pun tak bisa menahan harunya hingga air matanya mulai menetes. Ternyata pikiran buruknya tentang mamanya tidak sepenuhnya benar. "Iya, Ma Raya juara tiga," jawab Raya sekuat tenaga menahan isakannya.
"Ya sudah, kamu ganti baju terus bantuin mama masak. Kita rayakan kemenangan kamu." Raya masih tak percaya mamanya berubah drastis. Otaknya sulit menerima itu semua.
Pertama kalinya Raya mendapat apresiasi dari wanita yang paling dia cintai. Dulu dia menyerah untuk mengejar apresiasi orang tuanya, tapi setelah melihat kebahagiaan mamanya semangatnya untuk menjadi gadis yang lebih baik lagi meningkat. Seharusnya dia tak perlu menunggu apresiasi-apresiasi itu menjadi gadis yang baik. Hanya saja, pemikirannya yang belum dewasa membuatnya tak acuh akan sekitarnya.
"Ayo, tunggu apa lagi? Mama masakin makanan kesukaan kamu." Nadia mengguncang bahu Raya dengan semangat. Dia sangat bahagia putri semata wayangnya bersedia membagi kebahagiaan dengannya.
"I-iya, Ma, " jawab Raya seperti baru keluar dari alam lain. Tapi, ketika akan beranjak ke kamarnya tiba-tiba dering ponselnya membuatnya menghentikan langkahnya. Dia merogoh ponsel dari dalam tas kecilnya dan melihat ada panggilan masuk dari ayah kandungnya, Samudra.
Raya menarik napasnya sebelum mengangkat telepon dari Samudra. "Hallo, Pa?" sapa Raya pertama kali setelah suara mereka saling terhubung.
"Hallo, Raya. Papa sudah lihat pengumuman kelulusan kamu. Selamat ya Raya dapat juara tiga. Papa bangga sekali, Nak," ucap Samudra dari sebrang. Dari nada suaranya Raya tahu papa kandungnya itu sangat bahagia.
"Iya, Pa. Terima kasih," jawab Raya seadanya. Meskipun dia mengetahui kalau Samudra adalah papa kandungnya Raya masih saja merasa canggung. Dia tidak biasa berinteraksi dengan orang tua sedekat itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/225485741-288-k512089.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA (End)
Dla nastolatków[Masih berantakan karena proses Revisi] Satriya hanya melihat Raya sebagai gadis yang menyukai Galang. Gadis itu sangat menjaga privasinya sampai tak ada yang tahu permasalahan sekecil apa pun yang menimpanya. Lambat laun Satriya semakin menemukan h...