61. Pesan Rindu

531 72 10
                                        

"Love is blind"
🍂

Raya benar-benar tak menyangka ternyata penyakitnya semakin parah. Bahkan dia harus dirawat di rumah sakit karena mengalami tremor mendadak ketika tengah malam. Entah apa yang dia rasakan, gadis itu terlihat sangat pucat dengan tubuhnya sangat lemas. Berkali-kali juga dia menekan kepalanya yang terasa sangat sakit.

"Masih sakit kepanya?" tanya Samudra yang baru masuk ke ruangannya. Raya spontan menurunkan tangannya agar Samudra tidak terlalu khawatir.

"Udah enakan kok, Pa." Raya menjawab dengan senyuman agar Samudra semakin percaya kalau dirinya benar-benar baik-baik saja. Namun, Samudra tak sebodoh itu untuk mempercayai lantaran anak gadisnya masih terlihat sangat lemas. Namun, untuk menenangkannya Samudra mengangguk saja dan mengiyakan pengkuan Raya.

"Ya sudah, besok jangan masuk sekolah. Lagi pula kan sudah tidak diwajibkan." Raya pun mengangguk lemah menuruti perintah Samudra. Padahal masih banyak urusan di sekolah yang harus dia selesaikan termasuk urusan Satriya juga. Jujur dia tidak bisa tenang sebelum masalahnya selesai.

Sepeninggal Samudra Raya merasa bosan hanya berdiam diri di kamar. Dia bahkan tidak mengaktifkan ponselnya karena tidak mau Satriya menghubunginya. Raya tidak pernah suka membahas sesuatu yang riskan hanya memalui ponsel karena dia ingin melihat ekspresi yang sebenarnya agar bisa menilai orang itu berbohong atau tidak.

"Lo bandel banget sih jadi anak! Udah tahu sakit-sakitan pakai sok-sokan nggak minum obat! Mau drama-drama lo?" Datang-datang bukannya bertanya keadaan sepupunya, Juan justru mengomelinya habis-habisan. Raya sampai dibuat pusing oleh ocehan laki-laki itu.

"Apaan sih lo, Kak. Sok tahu banget!"

"Lo itu bantah aja kalau dikasih tahu! Raya kira Juan benar-benar memarahinya, nyatanya kakak sepupunya itu membawakannya bubur untuk sarapan. Sebenarnya dia sangat khawatir. Apa lagi Raya saudara satu-satunya.

Tapi, Raya tak pernah berubah. Dia selalu menganggap perhatian Juan itu hanya omelan seorang yang ingin memojokkannya. "Nggak usah lo suapin gue bisa makan sendiri!" ucap Raya sambil meraih mangkuk bubur yang dibawa Juan. Tapi, dengan cekatan Juan menjauhkannya.

"Nggak usah banyak gaya mau makan sendiri. Bangun aja masih susah!" Memang hanya Juan yang berani membantah Raya. Dan hanya Juan yang membuat Raya langsung menciut. Akhirnya gadis keras kepala itu meluluh dan membiarkan Juan menyuapinya.

Meskipun galak padanya Juan tetap telaten menyuapi adek sepupunya yang keras kepala itu. Bahkan Raya juga baru paham jika ternyata Juan tak seburuk yang dia kira. Juan masih Kakak yang selalu menjaganya seperti ketika mereka kecil. Juanlah yang paling khawatir ketika dia terluka.

"Kak?" ucap Raya di tengah suapannya dan Juan pun hanya menjawab dengan gumaman. "Hm?"

Gue bosen, tapi sama dokter belum boleh pulang. Lo mau ngantertin gue jalan-jalan nggak?"

"Nggak!" Tanpa banyak pikir Juan langsung menolaknya. Raya pun mengerucutkan bibirnya merasa kesal. Mau seperti apa pun Juan tetap menjadi kakak yang menyebalkan baginya.

Melihat wajah Raya yang semakin suram Juan pun menghela napasnya dengan jenuh. "Lo boleh jalan-jalan kalau bisa ngabisin buburnya."

Seketika Raya mengulas senyum manisnya. Juan tak semenyebalkan yang dipikirkannya. Meskipun dia sangat cerewet, tapi sebenarnya peduli. Raya akhirnya merasa Juan yang dulu telah kembali.

"Makasih, Kak Juan. Lo emang paling ganteng. Nggak salah Aura mau jadian sama lo," ucap Raya dengan terkikik. Dan tawa meledeknya itu membuat Juan spontan mendorong kening Raya dengan telunjukknya tidak terlalu kencang. "Nggak usah banyak omong! Buruan habisin buburnya!"

SAGARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang