35. Turnamen Basket

722 101 12
                                        

"Jangan berjanji untuk sesuatu yang bisa dipatahkan Tuhan."
~

🍂

Peluit tanda berakhirnya pertandingan telah berbunyi di tengah lapangan basket. Pertandingan kali ini di menangkan oleh tim basket dari SMA Cendana dan mengantarkan mereka ke babak final melawan SMA Gaharu besok. Sorakan dari penonton sangat meriah menyerukan nama Satriya dan Galang bergantian. Satriya sebagai kapten tim tentu saja akan merasa bangga bisa mengantarkan timmya menjadi juara di turnamen kali ini dan memberikan kenang-kenangan yang berkesan untuk sekolahnya.

Dari tengah lapangan pandangan Satriya beralih menangkap sesosok gadis dengan membawa botol dan haduk kecil juga ikut tersenyum di bangku penonton. Gadis itu memang jarang tersenyum, bukan berarti tak pernah tersenyum karena beberapa kali Satriya melihat gadis itu tersenyum dalam berbagai momen. Tapi, menurut Satriya melihatnya tersenyum itu bagaikan menemukan emas di tengah jerami. Susah tapi tidak mustahil untuk di dapatkan.

Laki-laki itu berlari menghampiri gadis itu dengan bermandikan keringat. Setelah sampai di depannya gadis itu mengulurkan sebotol air dengan raut wajah tak ikhlas.

Semenjak turnamen basket Raya beralih profesi menjadi asistan pribadi Satriya. Mulai dari membawakan minum sampai terkadang juga diminta untuk mengusap keringat laki-laki itu. Itu semua dilakukan Raya dengan berat hati. Menurut Raya sikap Satriya yang seperti itu terkesan berlebihan.

"Jutek amat mukanya kayak mau dinikahin sama datuk maringgih aja."

Bola mata Raya memutar malas karena mendengar ujaran Satriya. "Iya, elo datuknya!" kesalnya.

Satriya malah memasang cengiran menyebalkan lantas duduk di sebelah Raya.

"Ternyata lo pacaran sama gue cuma mau jadiin gue babu?" Raya berujar sembari mengusap keringat di dahi Satriya dengan handuk kecil dan menekan usapannya kasar.

"Lo kan juga jadiin gue tukang ojek."

Raya memelotot. "Gue gak minta ya..."

"Jangan kesel gitu dong, kan pacarnya masuk final, kasih selamat kek," ujar Satriya.

Raya dan Satriya memang tidak bisa akur. Setiap Satriya menggoda Raya menyela, begitu terus yang mereka lakukan. Menurut Satriya menggoda Raya itu hobi yang menyenangkan sedangkan bagi Raya digoda Satriya itu memuakkan.

"Besok lo harus teriakin nama gue biar gue menang. Jangan mau kalah sama fans-fans gue," ucap Satriya dengan segudang kepercayaan diri yang dia punya membuat kedua alis Raya tertaut. "Emang ngaruh?" tanyanya.

"Lo terlalu mengandalkan logika sampai lupa kalau ada yang namanya the power of love."

Raya memutar bola matanya malas. "Ya ya ya, terserah lo aja. Tapi gue gak bisa janji."

Kening Satriya berkerut. "Kenapa?"

"Gue gak mau janji untuk sesuatu yang bisa dipatahkan Tuhan. Tapi, gue janji ntuk berusaha menuruti permintaan lo."

Satriya mengacungkan jempolnya bangga. "Pacar the best."

Raya menghela napas pasrahnya. "Besok gue berangkat sendiri jadi lo gak perlu jemput soalnya mau mampir dulu ke rumahnya Om Sam."

"Ya udah gue anterin sekalian."

"Kalau lo nganterin gue dulu yang ada lo bisa telat, Sat."

Berganti Satriya yang menghela napas pasrah. Berdebat dengan Raya tak akan ada ujungnya. Yang ada gadis itu akan mogok bicara jika dipaksa-paksa seperti sebelum-sebelumnya. Alhasil menurutlah Satriya bagaikan suami-suami takut istri.

SAGARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang