51. Terlambat Memutuskan

634 95 6
                                    

~Gelas kaca itu telah retak. Tak mungkin kembali sedia kala dan tak lagi berguna. Kecuali mendaur ulangnya menjadi bentuk yang berbeda.~
🍂

Samudra tak berhenti mondar-mandir di ruangannya. Sudah dua hari dia tidak berani menemui Nayla. Pria itu merasa sangat bersalah pada istrinya. Apa yang akan terjadi setelah dia mengatakan pada Nayla bahwa Raya adalah anaknya? Samudra takut, Nayla tidak bisa menerima.

"Mas... lagi ada masalah ya?"

Samudra terperanjat lantaran Nayla tiba-tiba datang dengan membawakan secangkir kopi untuknya. Setelah menerima kopi pemberian Nayla, Samudra menghirup aroma kopi itu dengan perlahan. Cukup menenangkan. Terlebih seruputan pertama membuat semua sarafnya yang tegang itu perlahan mengendur dan setelahnya, Samudra meletakkan kopinya di atas meja.

"Tidak ada. Hanya saja, ada yang ingin aku katakan padamu."

Nayla menaikkan sebelah alisnya menunggu Samudra mengatakan. Tak biasanya Samudra menyimpan rahasia seperti itu. Biasanya Samudra dengan mudah bercerita pada Nayla meskipun setelahnya Nayla lupa.

"Kamu ingat Raya, kan?"

"Hm?" Nayla menggiring bola matanya ke atas untuk mengingat-ingat. "Oh, iya... Gadis cantik yang suka menggambar itu, kan?" tanya Nayla seraya menarik kursi untuk duduk berhadapan dengan Samudra.

Samudra akhirnya menyerah. Dia benar-benar tak bisa menyembunyikan apa pun pada Nayla. Merasa dosanya teramat besar, Samudra berlutut di hadapan Nayla seraya menggenggam tangan istrinya itu dengan erat. "Maafkan aku, Nayla.... "

Nayla terkejut dengan sikap Samudra. Dia memcoba menarik Samudra untuk bangun. "Jangan begini, Mas... Kamu sebenarnya kenapa?"

Namun, Samudra tetap bertahan dengan posisinya. Justru pria itu mencium tangan Nayla dalam genggamannya. "Aku salah, Nayla. Maafkan aku. Aku tidak pernah bermaksud mengecewakanmu."

"Mas... Kamu jangan buat aku semakin bingung. Kamu sebenarnya kenapa? Kamu buat salah apa?"

"Raya... anakku dan Nadia."

Nayla diam seketika. Apa Samudra sedang membuat lelucon dengannya? "Maksudnya apa, Mas?"

"Kamu ingat Nadia, kan?"

Nayla memejamkan matanya mencoba mengingat-ingat lagi. Semakin lama ingatan Nayla semakin melemah. Bahkan orang yang hidup lebih dari dua puluh tahun dengannya saja hampir dia lupakan. Sekuat tenaga Nayla berusaha mengingatnya. Nama itu tidak asing di telinganya. Tapi, siapa dia? Nayla benar-benar tidak ingat.

Perlahan kepingan-kepingan memori masa lalu Nayla muncul mengingatkan Nayla pada sosok bernama Nadia. "Nadia saudara kembarku?"

Samudra menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Bagaimana bisa kamu punya anak sama Nadia? Kan yang jadi istri kamu itu aku."

Untung saja Nayla adalah wanita yang selalu berpikir positif. Dia tidak langsung menyimpulkan yang tidak-tidak. Pasti Samudra akan menjelaskan sesuatu yang tidak mengecewakannya.

"Dulu... Karena orang tuamu tidak pernah setuju dengan hubungan kita, aku memutuskan pergi ke club untuk mencari hiburan. Aku sadar, tak seharusnya aku mengunjungi tempat maksiat itu. Setelah aku mabuk berat, aku tidak tahu kalau Nadia menyusulku ke sana. Aku pikir itu kamu. Dan aku khilaf, Nayla... Aku tidak berniat melakukan itu sebelumnya. Aku benar-benar menyesal."

SAGARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang