"Bagaimana aku bisa berkata dengan benar jika dihadapanmu saja aku lupa cara mengeja."
Naraya_Elzephyra
🍂
Raya baru turun dari angkutan umum dan berjalan menuju gedung sekolah. Jarinya menyisir setiap helai rambutnya yang berantakan tertiup angin. Suasana di sekolahnya masih sepi lantaran gadis itu berangkat terlalu pagi. Dia bermaksud menghindari pertikaian kedua orang tuanya yang tak kunjung henti.
Begitulah orang tua Raya, sama-sama hanya ingin mencari pembenaran untuk diri masing-masing. Saling meninggikan nada enggan berkaca.
Ada untungnya juga Raya berangkat pagi. Kesempatannya tidak mendengar gunjingan pagi ini. Senyum manis pun tergores di bibir tipisnya.
Langkahnya berhenti di depan kelas. Matanya mengernyit lantaran pintu kelasnya terbuka sedikit. Itu artinya sudah ada orang di dalam. Ketika Raya membuka pintu itu perlahan tiba-tiba matanya terbelalak, lantas membekap mulutnya sendiri.
Raya masuk ke kelas di waktu yang tidak tepat. Ternyata di dalam sudah ada Tereshia dan Steven sedang duduk di pojokan kelas dengan wajah Steven tertutupi kepala Tereshia. Entah apa yang mereka lakukan, yang pasti Raya tidak ingin melihatnya lebih lanjut. Dia merasa malu sendiri. Untung saja mereka tidak melihatnya.
Raya mengerjap-ngerjapkan mata seraya menetralkan irama jantungnya. Dia tidak mau masuk ke kelas dulu. Tapi, tak tahu harus kemana. Ke kantin tidak mungkin. Raya tidak suka suasana kantin.
Ke perpustakaan pun juga sama. Raya bukan gadis kutu buku.
🍂
Kini langkahnya teratur menaiki satu persatu anak tangga menuju rooftop. Untung saja kelasnya berada di lantai 3. Jadi, dia hanya melewati sebuah tangga.
Senyum manis lagi-lagi tersungging di bibir tipis Raya. Baru pertama kali ini dia melihat rooftop sekolahnya yang ternyata sangat terawat dengan tralis besi sebagai pembatasnya dan dihiasi bunga-bunga yang cantik. Sangat cocok untuk menghilangkan penat seusai dipusingkan oleh mata pelajaran. Terlebih ketika pagi. Udaranya sejuk tanpa terkontaminasi udara kotor.
Pandangan Raya menyusuri penjuru langit tanpa ada penghalang apa pun. Itulah hidup yang diinginkan Raya. Merasa tenang dibawah langit lepas dan dikelilingi bunga-bunga indah.
Gadis itu mengambil tempat duduk di tepi rooftop dengan menyusupkan kakinya pada sela-sela tralis pembatas dan menggantungkannya di bibir bangunan seraya mengambil selembar kertas putih dan pensil dari dalam tasnya.
Tangan mungilnya itu mulai menari di atas kertas putih beralaskan buku tulis. Diawali dengan arsiran tipis hingga menebal, jadilah sketsa burung elang yang gagah menantang langit. Setelah menyelesaikan gambarannya, tiba-tiba rasa kantuk mulai dia rasakan.
"Nggak boleh tidur, nggak boleh, Raya!" monolognya sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tapi, ternyata matanya menghianati. Dia tertidur bersandar pada tralis pembatas. Sangat konyol.
Derap langkah kaki seorang laki-laki terdengar mendekati Raya. Laki-laki itu berlutut dengan sebelah kaki menyejajarkan tubuhnya dengan gadis yang tertidur di hadapannya. Laki-laki itu menepuk bahu Raya pelan. "Hay, lo kenapa?" tanya laki-laki itu sedikit khawatir.
Raya terperanjat kaget bukan main. Laki-laki di hadapannya adalah Galang. Laki-laki yang selama ini dia sukai dalam rahasia.
"Eh, em... itu gue... gue... Gue ketiduran," jawab Raya sambil menggit bibir bawahnya. Memalukan. Rasanya dia ingin langsung terjun dari rooftop itu dan bersembunyi di dalam semak-semak.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA (End)
Fiksi Remaja[Masih berantakan karena proses Revisi] Satriya hanya melihat Raya sebagai gadis yang menyukai Galang. Gadis itu sangat menjaga privasinya sampai tak ada yang tahu permasalahan sekecil apa pun yang menimpanya. Lambat laun Satriya semakin menemukan h...