11. Tumpangan Gratis

952 125 0
                                    

"Aku bukan temanmu, bukan juga musuhmu. Aku hanya orang asing yang ingin menciptakan kenangan diantara kita."

Satriya_Dewangga

🍂

Sudah Satu jam Satriya duduk di atas motor sportnya menemani Raya yang masih setia menunggu angkutan unum di halte sekolah. Sebenarnya sejak tadi Satriya sudah menawarkan tumpangan padanya, tapi gengsi gadis itu terlalu tinggi untuk menerima. Selain itu, ngambeknya juga masih dalam mode on. Ditambah lagi ponselnya tertinggal di rumah membuatnya tidak bisa memesan ojek online.

"Lo nungguin angkot kayak nungguin jodoh aja, Ra? Udah lama nunggu eh, nggak dateng-dateng." Satriya sudah mulai bosan melihat gadis di depannya yang hanya menganggapnya seperti kulit kacang.

"Kayak lo pernah nunggu jodoh aja." Raya menjawabnya dengan ketus.

Satriya memanglah Satriya. Kalau dia tidak mengusili orang lain, rasanya bagai mie kuah tanpa bon cabe.

"Eh, sembarangan! La ini gue lagi nungguin jodoh gue, tapi nggak peka-peka," ucap Satriya dengan spontan membuat Raya memutar matanya malas. Lama-lama Satriya semakin mirip dengan Revan yang apa-apa disambungkan dengan rayuan gombal.

Satriya masih tak habis pikir dengan Raya. Apa semua cewek seperti dia yang dalam hati mereka mengatakan, "kenapa harus memilih yang mudah kalau yang susah saja ada." Dasar cewek. Suka sekali menyusahkan diri sendiri.

"Mau sampai kapan sih, Ra lo nungguin angkot yang nggak pasti. Mendingan sama gue, janji gue pasti sampai pelaminan bahkan sampai maut memisahkan." Satriya sudah mengeluarkan kata-kata puitisnya memakin membuat Raya mendengus sebal.

"Ya sampai datang, lah. Ya kali gue mau jalan kaki."

"Jok gue nganggur, Ra. Yaelah... takut amat sama gue."

"Gue nggak mau pulang sama lo!"

"Lo tuh jadi cewe gengsian banget, dah!" Saking geregetannya Satriya sudah tak mampu berkata-kata. Lihat saja seberapa lama gadis itu bertahan dengan egonya yang terlampau tinggi.

Satriya merasa kalah telak, Raya tetap bersikeras dengan pendiriannya. Dia tidak goyah sama sekali. Alhasil Satriya hanya bisa mengembuskan napas parsah menunggu gadis sok gengsian itu sambil memainkan ponselnya.

Selang beberapa menit kemudian, Satriya menutup ponselnya dan melihat Raya dengan tatapan horor.

"Lo tetep mau disini?" tanya Satriya lagi dan mendapat respon dari Raya yang mengangguk mantap.

"Yakin?" Satriya menaikkan sebelah alisnya untuk memastikannya lagi.

"Iya, Saaaattt," jawab Raya dengan jenuh.

Satriya pun bergidik tak acuh seraya memasang kembali helmnya ke kepala. "Yaudah, mungkin lo dapat angkotnya nanti malam. Eh, atau bisa-bisa besok pagi."

Raya langsung terbelalak. "Maksud lo apa?" Pikirannya sudah berputar ke mana-mana. Jangan sampai Satriya mengatakan hal yang tidak dia inginkan.

"Gue habis lihat berita, sopir angkot lagi pada demo."

Raya mendadak kesusahan untuk menelan salivanya. "Seriusan?" tanyanya dengan nada was-was. Bagaimana kalau yang dikatakan Satriya itu benar?

SAGARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang