6. Perkenalan

1.1K 132 0
                                    

"Perempuan itu seperti bunga mawar.
indah tapi butuh pengorbanan untuk mendapatkan."

Satriya_Dewangga


🍂

  Raya masih duduk di halte sekolah menunggu angkot datang. Musik yang di dengarnya melalui earphone disetel dengan suara lirih agar klakson angkutan umum masih bisa dia dengar.

   "Belum ada angkot ya?"

   "Belum," jawab Raya tak acuh masih asik mendengarkan lagu 'a million dream' kesukaannya. Hingga beberapa detik kemudian Raya terbelalak. Biasanya dia menunggu angkutan umum seorang diri. Tapi, bagaimana bisa ada orang yang mengajaknya berbicara.

   Udara dingin tiba-tiba berembus membuatnya memegangi tengkuk karena bulu kuduknya mulai meremang. Tak mau menduga-duga, Raya perlahan memutar kepalanya untuk memastikan kebenaran suara itu. Apa itu suara manusia atau bahkan makhluk tak kasat mata.

   Matanya mulai berdar dan mendapati seseosok laki-laki berdiri tepat di belakangnya membuatnya terbelalak. "Lo!" Raya terkejut ada laki-laki yang kemarin duduk satu angkot dengannya. Iya, tidak salah lagi dia Satriya. Anak orang kaya yang terpaksa naik angkutan umum.

   Satriya mengerutkan keningnya dan mencabut lolipop dari mulutnya. "Kok lo kaget gitu liat gue, kayak liat setan aja?"

   "Lo lebih serem dari setan!" jawab Raya ketus, lantas memalingkan muka.

   Satriya mengerutkan kening melihat reaksi gadis itu. Hal itu sudah biasa dilihat Satriya. Di mana kebanyakan gadis berlagak jual mahal ketika berhadapan dengan laki-laki tampan sepertinya.

   Raya segera mengabaikan Satriya dan memilih fokus pada daftar musik yang akan dia putar selanjutnya. Satriya yang menunggu respon gadis itu dibuat terheran. Ternyata benar, kehadirannya sama sekali tidak menarik minatnya.

   Karena bosan tidak ada yang mengajaknya bicara, Satriya tiba-tiba memindahkan lolipopnya ke tangan kiri dan mengulurkan tangan kanannya di depan Raya. "Maaf."

   Ucapan Satriya membuat Raya menaikkan sebelah alisanya seraya melihat wajah dan tangan Satriya bergantian. "Untuk?"

   "Untuk kemarin, gue nggak tau salah gue apa tapi lo marah, ya gue merasa bersalah aja," jawabnya jujur. Meskipun berasal dari keluaraga broken home, Satriya dididik menjadi anak yang baik. Membiasakan diri mengucap maaf, tolong, dan terima kasih.

   Raya mengedarkan pandangannya memastikan tidak ada orang yang mendengar pembicaraannya lalu menatap Satriya dengan tatapan mengintimidasi. "Lo beneran kan nggak nyium gue kemaren?" tanyanya.

   Satriya spontan dibuat gelagapan. Bagimana mungkin anak baik sepertinya berani melakukan hal serendah itu. Tapi, sedetik kemudian dia mulai mengerti arah pembicaraan Raya. "Nggak lah, gue cuma pengen tau aja lo itu siapa? tiba-tiba nyender ke pundak gue."

   Raya menatap wajah Satriya dengan memicing. Memastikan ucapan laki-laki itu. "Bener ya? awas kalau bohong!"

   Satriya berdecak sebal. Susah sekali membuat gadis itu percaya. Dia tahu kalau dirinya tampan. Tapi, memanfaatkan ketampanannya untuk berbohong rasanya mustahil. "Iya, Ya Allah... gue masih inget dosa kali"

   Raya mengangguk setuju. "Oke, gue maafin."

   Satriya benarnapas lega. Akhirnya dia tidak diteror rasa bersalah lagi. "Nih nggak mau jabat tangan gue? udah pegel nih!"

SAGARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang