"Masalah sekecil apa pun jika dibiarkan akan semakin membesar."
🍂Satriya sudah merasa sedikit sehat. Hari ini dia kembali bersekolah untuk sekadar menandatangani dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kelulusan. Dia bahkan berniat untuk berbaikan dengan Raya dan mengajaknya berangkat bersama. Tapi, ketika menuruni tangga tiba-tiba dia mendapat pesan dari nomor tak dikenal.
Satriya mebelalakkan matanya melihat isi pesan yang dikirim orang asing itu. Isinya sungguh membuat hatinya kembali panas. Baru saja ingin berbaikan dengan Raya ada saja hal yang membuatnya mengurungkan niatnya. Nomor yang tak dikenal itu mengirin foto Galang dan Raya yang sedang berada di sebuah gedung pentas seni. Tepat di mana Satriya merasa sangat rapuh waktu itu sebelum dia jatuh sakit.
🍂
Semakim hari Raya semakin merasa lemas. Bahkan kantung matanya semakin jelas terlihat. Gadis itu menghela napas jenuh ketika menatap wajahnya sendiri di cermin. Terpaksa dia membubuhkan sedikit bedak agar kantung matanya tak begitu terlihat.
Semua persiapan sekolahmya sudah selesai dan saatnya berangkat. Seketika dia mengingat Satriya yang sedang sakit. Apa laki-laki itu akan tetap berangkat sekolah? Dan Raya tidak akan tahu jika dia hanya menduga-duga. Raya pun mencoba menelepon asisten rumah tangga Satriya untuk sekadar menanyakan kondisi Satriya.
Ketika teleponnya telah tersambung Raya menyapa ART Satriya dengan ramah. "Hallo, Bi gimana kondisinya Satriya? Udah baikan?"
"Sudah, Non Mas Satriya juga sudah berangkat sekolah dari tadi," jawab Bibi. Entah ingin senang atau sedih mendengar Satriya sudah berangkat tanpa menghampirinya.
Bukan berharap minta dijemput Satriya, hanya saja Raya merasa itu artinya Satriya masih marah padanya. Padahal dia yakin kemarin Satriya sudah mulai luluh kembali. "Makasih ya, Bi informasinya." Raya lantas menutup teleponnya dan berangkat ke sekolah dengan naik kendaraan umum karena Juan kebetulan juga tidak menginap di rumahnya.
Sudah lama Raya tidak naik kendaraan umum karena pulang pergi selalu bersama Satriya kurang lebih sekitar tujuh bulan ke belakang. Dan Raya harus kembali pada kebiasaan lamanya. Rasanya aneh memulai hal lama yang tidak dia lakukan. Terlebih dengan suasana berbeda.
Karena hanya menandatangani dokumen-dokumen kelulusan Raya berangkat tidak terlalu pagi. Tak lama dia menunggu angkutan umum di depan gang komplek akhirnya ada ada yang berhenti juga. Sepanjang perjalanan Raya hanya memandangi jalanan yang tidak seramai seperti dulu ketika dia selalu berangkat pagi-pagi.
Kebetulan sekali Raya menjadi satu-satunya penumpang di angkot itu. Dia tiba-tiba tersenyum tanpa sebab. Ternyata dia mengingat pertemuan pertamanya dengan Satriya yang terbilang cukup memalukan. Bisa-bisanya dia tertidur di bahu orang yang tidak dia kenal.
Akhirnya Raya bisa berterima kasih pada rasa kantuknya karena telah membawa berkah. Karena itu dia bisa dekat dengan Satriya. Laki-laki yang kini menjadi tambatan hatinya dan menjadi alasannya untuk berani mencintai.
Sesampainya di sekolah Raya langsung menemui wali kelasnya dan menyelesaikan tanda tanda tangannya. Setelah itu dia bergegas mencari Satriya untuk memperbaiki hubungan mereka yang tengah mengambang.
Sampai kakinya lelah Raya tak kunjung menemukan Satriya. Dia melihat motor Satriya masih terparkir rapi di parkiran, tapi batang hidungnya tak nampak. Sebenarnya kemana laki-laki itu? Bahkan teman-temannya saja tidak ada yang melihat.
Hampir saja Raya menyerah mencari Satriya tiba-tiba ada teman sekelas Satriya yang berpapasan dengannya di koridor dan memberi tahu jika Satriya sedang ada di ruang musik. Seketika Raya menarik bibirnya untuk terseyum dan mengucapkan terima kasih pada orang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA (End)
Teenfikce[Masih berantakan karena proses Revisi] Satriya hanya melihat Raya sebagai gadis yang menyukai Galang. Gadis itu sangat menjaga privasinya sampai tak ada yang tahu permasalahan sekecil apa pun yang menimpanya. Lambat laun Satriya semakin menemukan h...