50. Melepas Luka

620 105 2
                                    

"Daun gugur, pun tak lepas dari kehendak-Nya"

🍂

"Demi mencari donor jantung untuk anaknya, seorang pengusaha batu bara  berinisial AP nekat menculik remaja berusia tujuh belas tahun berinisial NE. Beruntung, sebelum korban menjalankan operasi cangkok jantung, polisi berhasil meringkus pelaku beserta dokter spesialis jantung berinisial SS yang dibayar untuk melakukan operasi dan pembunuh bayaran berinisial BN. Pelaku penculikan kini sedang dalam proses pemeriksaan dan diancam pasal berlapis."

Aurel tak bisa menahan tangisnya menyaksikan potongan berita di televisi. Pantas saja kemarin papanya absen menjaganya. Jantung Aurel seperti terhantam duri tajam berkali-kali. Tak menyangka orang yang paling dia cintai melakukan hal seperti itu.

"Aurel...."

Aura perlahan memasuki kamar Aurel dan melihat saudara kembarnya itu menangis.

"Aura... Itu Papa?"

"Rel...."

"Jawab, Aura! Itu beneran Papa?"

Aura tak berkutik lagi di hadapan Aurel. Mau tidak mau dia harus mengatakan yang sebenarnya. Hanya saja lidahnya kelu tak sanggup mengucap sepatah kata pun. Hanya menganggukkan kepalanya sebagai isyarat membenarkan ucapan Aurel. Bahkan air matanya juga ikut mengalir sama seperti Aurel.

"Itu bukan salah Papa, Aura... Itu salahku. Aku yang selalu buat Papa ngelakuin semua. Aku selalu ngerepotin Papa. Semua gara-gara aku, Aura...." Isakan Aurel semakin kencang dan membuat Aura mendekapnya untuk sama-sama menguatkan.

"Bukan, Aurel... Bukan salah lo."

"Antar aku ketemu papa, Aura... Aku nggak mau papa dipenjara."

Aura menggelengkan kepala menolak ajakan Aurel. "Nggak, Rel... Lo harus istirahat."

"Gimana aku bisa istirahat kalau papa menderita gara-gara aku!" Aurel semakin merancu dan memaksa turun dari ranjangnya. Tiba-tiba Aurel memegangi dada kirinya dan tubuhnya mengejang.

"Aurel!" Aura dengan panik menekan tombol pemanggil tenaga medis.

Tak lama kemudian, dokter dan beberapa perawat memasuki kamar Aurel dan meminta Aura untuk keluar.

Aura tak berhenti menggigit kuku jarinya menunggu kabar Aurel. Sungguh, ujian yang berat bagi Aura. Dia tidak tahu lagi jalan keluar untuk masalah keluarganya. Dia benar-benar hancur melihat Aurel menderita, ditambah lagi ayahnya harus mendekam di penjara.

"Aura?" Juan berlarian menghampiri Aura setelah Aura menelponnya. Beruntung, Juan juga menunggu Raya yang dirawat di rumah sakit yang sama dengan Aurel.

Aura tak bisa berkata-kata lagi. Dia butuh sandaran. Dengan tangis yang semakin pecah, Aura memeluk Juan. Dan kepalanyabtenggelam di dada Juan.

"Aurel pasti sembuh." Juan terus menenangkan Aura dalam dekapannya. Juan dapat merasa keputusasaan Aura. Tapi, apa daya, dia juga tak bisa berbuat apa-apa

"Kenapa harus Aurel, Juan... Kenapa nggak gue aja yang ngerasain itu semua. Aurel terlalu baik buat mendapat siksaan itu."

"Sssst... Jangan ngomong gitu. Justru karena Aurel baik ,Tuhan memberikan ujian yang lebih dari manusia biasa. Aurel pasti bisa melewati."

Aura sudah tak bisa melakukan apa-apa selain menangis dan berdo'a.

Setelah beberapa menit berlalu, seorang Dokter keluar dari kamar Aurel dengan menghela napas berat.

SAGARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang