"Semoga kebaikannya tak luntur karena keburukanku suatu saat nanti."
Naraya_Elzepyra.
Revan jatuh tersungkur karena pukulan jahanam itu. Tangannya menyeka ujung bibirnya yang memar hingga mengeluarkan darah.
Kemarin Satriya, sekarang Galang. Besok siapa lagi yang mendekati Raya? Revan benar-benar tidak terima. Ketika hendak membalas pukulan Galang, tiba-tiba Revan menghentikan laju tangannya mendengar suara dari seseorang.
"Raya, dimana lo? " Raya secepatnya meninggalkan tempat itu. Dan ketika ia berjalan melewati Galang, dengan sengaja membisikkan sesuatu pada Galang. "Terima kasih-" Raya menjeda ucapanmya sejenak, "-Galang." Lidah Raya terasa kelu setiap mengucap nama laki-laki itu.
Raya menghampiri Satriya yang sedang menengok kanan-kiri mencari keberadaannya. "Heh!" Sapaan Raya membuat Satriya mendengus sebal. "Dari mana aja lo?"
"Dari sana." Raya menunjuk belakang tembok dimana tadi dia keluar.
Sepertinya Satriya salah bertanya. "Maksudnya, habis ngapain?"
"Kepo, lo ya?" ujar Gadis itu sambil memicingkan mata. Entah kenapa terlihat menyebalkan bagi Satriya.
"Terserah lo! Yaudah kuy, keburu sore ntar."
🍂
Satriya dan Raya sudah sampai di sebuah rumah 4 lantai berdisign eropa klasik. Rumah itu ternyata juga digunakan sebagai galeri lukisan milik Samudra, orang yang ingin ditemui oleh Satriya dan Raya. Raya berjalan di belakang Satriya dengan memegangi ujung jaket Satriya. Gadis itu nampak seperti anak kucing yang ngintilin majikannya.
"Heh, lo jangan norak-norak dong! iya gue tahu rumah Om Sam terlalu bagus buat lo, tapi ya jangan jalan di belakang gue gitu dong!" Kalau saja membunuh orang tidak dosa, Raya ingin sekali mencekik Satriya saa ini juga biar mulutnya yang lemes itu bisa diam.
"Is, biasa aja dong!" celetuk Raya.
"Jalan yang bener!" Satriya menarik Raya untuk sejajar dengannya, lantas menyisipkan kelima jarinya pada kelima jari Raya. "Nah, jalan tuh begini." ehem, modus... modus....
Raya membulatkan matanya terkejut. Gadis itu berusaha melepaskan genggaman Satriya, laki-laki itu justru semakin erat menggenggamnya. Tapi Satriya merasa aneh ketika menggenggam tangan Raya. "Tangan lo keringetan?" tanya Satriya dengan nada khawatir. "Lo jantung lemah?"
Raya Tak mengerti kenapa setiap orang yang tahu kalau tangannya berkeringat selalu mengatakan jantung lemah. Sungguh Raya tidak menyukai itu. Dia bukan gadis penyakitan. "Gak semua tangan yang berkeringat itu jantung lemah." Raya masih berusaha melepaskan genggaman Satriya, karena Raya rasa Satriya pasti risi dengan keringat di tangannya.
"Tangan gue kering, tadi lupa pakai lotion, lumayan tangan lo bisa gue jadiin pelembab alami, hehehe." Sungguh diluar dugaan Raya, Satriya adalah orang pertama yang tidak risi dengan keringatnya, padahal semua orang yang sudah lama mengenalnya pun tidak pernah mau disentuh Raya ketika tangannya berkeringat. Apa terlalu cepat kalau Raya mengatakan Satriya baik?
Raya tak henti-hentinya mengagumi lukisan-lukisan mahakarya Samudra. Matanya bahkan tak bisa lepas dari setiap detail lukisan yang dipamerkan di galeri itu. Semua lukisan itu beraliran surealisme. Raya memastikan kalau pelukisnya memiliki imajinasi yang liar.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA (End)
Teen Fiction[Masih berantakan karena proses Revisi] Satriya hanya melihat Raya sebagai gadis yang menyukai Galang. Gadis itu sangat menjaga privasinya sampai tak ada yang tahu permasalahan sekecil apa pun yang menimpanya. Lambat laun Satriya semakin menemukan h...