33. Spekulasi Baru

719 103 21
                                    

"Dari berbagai kemungkinan apakah ada salah satu yang menjadi kepastian?"
~

🍂

"Hay, Pacar...," sapa Satriya pada Raya yang sedang menggambar di bangkunya.

Raya mendengus karena Satriya membuatnya menjadi pusat perhatian di kelas. Untung saja geng ember bocor sudah keluar untuk istirahat sejak tadi. "Ngapain sih ke sini segala?"

"Ya nengok pacar lah." Jawaban Satriya membuat Raya menghela napas pasrah. Terkadang gadis itu bertanya pada dirinya sendiri apakah dia salah sudah berpacaran dengan laki-laki yang suka mengumbar hubungan seperti Satriya.

Ingat lagi Raya tetaplah Raya. Gadis dengan dunianya sendiri yang tidak suka kehidupannya terusik suara dari orang lain. Dia ingin menjalani hidup aman, tentram, damai dan sentosa. Tanpa ada penggunjing, pencela dan segala pencipta suasana negatif lainnya. Tapi, bagaimana mungkin bisa seperti itu sedangkan di dunia ini semua manusia hidup berdampingan.

"Sat, gak usah lebay!" pinta Raya pada Satriya dengan nada malasnya.

Satriya menyengir. "Iya deh, maaf... Kantin yuk!" Sayangnya ajakannya ditolak oleh Raya.

"Gue udah sarapan. Lagian gambaran gue juga belum selesai," ujar gadis itu membuat Satriya mencebik kecewa.

"Cie... yang punya pacar baru diapelin terus," goda Viola pada Raya dan Satriya. Kemarin-kemarin gadis itu dingin pada Raya tapi semenjak tahu Raya jadian dengan Satriya dia kembali seperti sedia kala. Cerewet dan suka menggoda Raya. Seperti saat ini contohnya.

Raya hanya bisa mendengus sebal dan matanya memutar dengan malas.

"Eh, iklan shampo! lo ke kantin gak?" tanya Satriya pada Viola tiba-tiba sok akrab.

"Iya nih mau ke kantin, kenapa emangnya?" tanya Viola.

"Bilangin sama Mang Ucok suruh nganterin bakso dua mangkok sama es teh 2 gelas ke sini." Gampang sekali Satriya menyuruh-nyuruh orang berasa dirinya bos.

"Idih, bosy banget sih lo?"

"Udah... gak usah banyak protes. Ntar lo gue kasih upah 500 perak, " tawar Satriya. Murah sekali dia menghargai tenaga Viola. Tentu saja gadis itu menolak dengan cepat.

"Ogah, gopekan buat apa? Beli permen juga cuma dapat satu," jawab Viola.

"Gak bersyukur banget."

Raya berdecak mendengar Satriya dan Viola bernegosisasi seperti emak-emak beli cabe kriting. Gadis itu lantas membereskan gambarannya dan berdiri. "Udah, gak usah nyuruh Mang Ucok, kita ke kantin aja."

Satriya menjentikkan jarinya. "Cakep, gitu dong baru namanya pacar gue."

"Dari tadi kek lo turutin tuh cowoklo yang bosy ini, Ra," adu Viola.

"Udah deh, Vi... Gak usah dilanjutin. Yuk!" Raya lantas menggandeng Viola dan hal itu membuat Satriya histeris.

"Woe, Pacar laknat! Kenapa jadi iklan shampo yang lo gandeng. Nih tangan pacarlo nganggur," ujarnya sambil menyodorkan telapak tangannya yang kosong.

"Lo cowok, jalan sendiri kan bisa. Gue jalan sama Viola," jawab Raya.

Viola berhenti. "Eh, gue jalan sama Kayla Ra, kasihan ditinggal Tere mojok sama Ucup." Viola cengar-cengir.

Satriya menyeringai licik melihat Raya. "Kena kan, lo!"

Raya rasanya ingin mencekik Satriya saat ini. Laki-laki itu sangat menyebalkan. Apa dia tidak tahu kalai Raya malu setiap jalan dengannya karena otomatis mereka menjadi pusat perhatian.

SAGARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang