62. Diambang Batas

568 72 12
                                    

"Rasa sakit yang tercipta adalah expetasti yang dihancurkan oleh realita."
🍂

"Brengsek lo, Sat!" Galang datang di hadapan Satriya dengan menghadiahinya sebuah bogeman tepat di rahang kirinya. Satriya yang menjadi sasaran pun merasakan nyeri yang luar biasa atas tindakan Galang yang tiba-tiba itu.

Mata Striya secara otomatis melebar dan ingin rasanya membalas perlakukan Galang padanya. Sedangkan Syakila perlahan memundurkan langkahnya menjauh dari mereka. Dia tidak mau terkena imbas dari perkelahian itu.

"Maksud lo apa!" bentak Satriya kembali pada Galang. Dia tidak terima diperlakukan kasar oleh orang lain. Baginya Galang terlalu lancang sebagai teman.

"Lo masih nggak sadar salah lo apa? Gue udah relain Raya buat lo, tapi lo sia-siain dia!" Galang kembali mendaratkan pukulan pada Satriya. Sampai akhirnya Satriya tak terima dan kembali membalasnya. Dia menyadari kesalahannya, tapi tak terima jika Galang ikut campur terlalu jauh.

"Lo nggak tahu apa-apa tentang gue!" ujar Satriya dengan emosi yang sudah memuncak hingga membabi buta Galang tanpa memberinya jeda untuk membalas. Satriya memang berhati lembut, tapi dia lemah dalam mengendalikan emosi.

"Kenapa lo ikut campur urusan gue? Apa lo mau memanfaatkan situasi ini buat ngrebut Raya? Sorry, Lang lo udah telat. Jangan sekali-kali lo dektin Raya sekali pun lo berkedok sebagai teman masa kecilnya!"

Galang juga tak tinggal diam. Dia berusaha keras membalas pukulan Satriya yang bertubi-tubi seolah melupakan persahabatan mereka. "Bukanya lo yang udah ngerebut Raya dari gue? Dari awal lo deketin Raya cuma mau manfaatin dia buat gue putus sama Jessica karena lo tahu gue suka sama dia!" Galang terus membalas pukulan Satriya tanpa sadar Raya mendengar semua pembicaraan mereka.

Di tempatnya berdiri bersama Arka, Raya benar-benar kecewa dengan mereka berdua. Tidak ada yang dia lakukan selain diam meremas tangan Arka hingga memerah. Tubuhnya terlalu kaku untuk pergi maupun menghampiri. Otaknya tidak bisa merespon kejadian di depan matanya.

Bahkan Arka juga tak tahu harus berbuat apa. Dia ingin memisah mereka sebelum ada yang memergoki, tapi dia tidak tega melepas genggaman Raya yang seolah menyalurkan rasa kecewanya. Dan dia tidak tahu kalau Viola juga melihat dari kejauhan dengan hati yang remuk. Dua tangan yang saling bertautan itu adalah tangan sahabatnya dan orang yang dia suka.

Sampai akhirnya Satriya menyadari kehadirannya dan melihat raut kecewa di wajah gadis itu. "Raya?"

Satriya benar-benar kalut berada di situasi itu. Dia takut Raya mengetahui yang dia lakukan dengan Syakila dan dia takut Raya mendengar ucapan Galang yang sudah tidak berguna itu.

Raya tetap menatapnya dengan nanar. Tak peduli tangan Arka yang semakin panas digenggamannya dan tetesan keringat keluar dari kedua tangan yang saling menggenggam itu. Satriya berlari menghampirinya dan melepas tangan Arka dari tautan Raya.

"Ra, kamu harus dengerin aku! Syakila calon anak tirinya Bunda. Dia juga sama menderitanya kayak aku. Dia cuma berbagi rasa sakitnya. Kamu jangan salah paham.

Oke, aku deketin kamu awalnya untuk Galang. Tapi, aku semakin sayang sama kamu, Ra. Aku tahu kamu juga awalnya suka Galang kan? Tapi aku yakin perasaan kamu ke Galang udah hilang. Kamu sekarang cuma sayang sama aku. Aku beneran sayang sama kamu, Ra. Kamu juga, kan?"

Karena semakin paniknya Satriya, dia sudah lupa tata bahasa yang dia gunakan. Yang dia pikirkan dia harus berusaha agar Raya mengerti.

Raya hanya berkaca-kaca mengalihkan pandangannya dari tatapan Satriya. Sekuat tenaga dia menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia tidak bisa menangis di depan orang lain. Hanya membiarkan Satriya menjelaskan semua. Itu adalah haknya, tapi Raya terlanjur kecewa.

SAGARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang