"Ketika dunia seolah kejam. Semesta masih berhutang kebahagiaan."
🍂
Raya menatap langit-langit rumah sakit dengan tatapan kosong. Punggung tangan yang tertancap jarum infus serta selang oksigen yang melintas di bawah hidungnya sangat mengganggu. Ditambah lagi aroma obat-obatan yang memenuhi indra penciumannya membuatnya semakin tak nyaman. Lagi-lagi Raya harus mengunjungi tempat yang paling dia hindari.
Ingatan Raya berputar menunjukkan kejadian terakhir sebelum dia pingsan. Satu-satunya orang yang ada di depan matanya adalah Satriya. Laki-laki itu selalu menjadi pahlawannya dengan berbagai cara. Sedangkan Raya merasa, dia tak pernah bisa sedikit pun berusaha menjadi kekasih yang baik untuk Satriya.
Cukup! Raya tak mau memikirkan apa-apa lagi. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya yang masih lemah untuk berhenti mengingat apa pun saat ini. Dia terlalu lelah untuk berpikir.
Raya membuyarkan lamunannya kala mendengar decitan pintu. Di sana memunculkan seorang yang tak dia sangka. Bukan orang tuanya, bukan Juan maupun Satriya. Kening Raya pun berkerut menatap orang itu. "Om Samudra?" ucapnya dengan suara yang masih terdengar lemas.
Samudra menatap Raya dengan mata yang berkaca-kaca. Langkahnya pun terbata-bata mengahampiri gadis yang terbaring di atas brangkar itu.
Tak mampu menahannya lagi, dengan spontan Samudra mengusap dan mengecup pucuk kepala Raya yang masih terbaring. Kini air mata mulai bercucuran membasahi pipinya hingga mengenai rambut Raya.
"Maafkan Papa, Raya...," ucap Samudra di tengah pelukannya dengan suara bergetar membuat Raya terbelalak. Raya tidak tahu bagaimana harus meresponsnya. Hanya diam mematung menerima semua perlakukan Samudra padanya hingga akhirnya mampu mengeluarkan patahan-patah kata meskipun dengan suara bergetar.
"Om--- Samudra kenapa?" tanya Raya dengan heran. Dia takut terjadi sesuatu pada Nayla.
"Kamu anak saya, Raya...."
Raya masih belum mengerti maksud Samudra. Dahinya berkerut memastikan ucapan Samudra. "Maksudnya apa, Om?"
"Iya, Raya.... Kamu anak saya. Anak kandung saya."
Raya shock bukan main mendengar pengakuan Samudra. Bagaimana ceritanya dia bisa menjadi anak Samudra. Raya seperti tengah berada dalam sinetron yang penuh drama. Matanya tiba-tiba menatap arah pintu yang memunculkan sosok pria paruh baya di sana. "Pa... Aku sebenarnya anaknya siapa?"
Orang itu adalah Dimas. Dia datang dengan mata yang juga berkaca-kaca. Tak tahu bagaimana caranya menjelaskan pada Raya, Dimas menarik napas panjang sebelum menjelaskan pada Raya tentang sebuah kebenaran. "Kamu anaknya Samudra," ucap Samudra dengan berat hati. Terlihat dari tangannya yang mengepal dan mata yang terpejam setelah mengucapkan karena tak sanggup melihat kekecewaan Raya.
Dunia Raya terasa berhenti berputar. Pasokan oksigennya semakin menipis hingga tenggorokannya tak sanggup mengeluarkan suara. Raya masih belum percaya. Dia berharap ucapan papanya itu adalah sebuah mimpi. "Bagaimana bisa aku anaknya Om Sam, Pa?"
Hati Dimas mencolos melihat tatapan Raya padanya yang penuh kekecewaan. Banyak tanya yang harus Raya tahu jawabannya. Semakin berat hati Dimas menceritakan semua yang terjadi pada Raya.
Samudra tak behenti mengucap kata maaf seraya mengecup ubun-ubun Raya. Sedangkan Raya terus menggigit bibirnya untuk menahan air matanya yang hampir terjatuh. Tangannya pun mencengkeram selimut dengan kuat karena kenyataan itu terlalu menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA (End)
Teen Fiction[Masih berantakan karena proses Revisi] Satriya hanya melihat Raya sebagai gadis yang menyukai Galang. Gadis itu sangat menjaga privasinya sampai tak ada yang tahu permasalahan sekecil apa pun yang menimpanya. Lambat laun Satriya semakin menemukan h...