"Aku seorang pelupa, tapi sulit melupa rasa."
Naraya_Elzephyra
🍂
"Lo pengen kenalan sama Om Sam?" Satriya memberikan penawaran yang bagus. Laki-laki itu menatap detail wajah Raya yang sedang melamun. Mendengar pertanyaan Satriya tiba-tiba antusiasme Raya bertambah. "Emang bisa?"
Satriya mengangguk yakin. "Bisa, kapan-kapan gue kenalin Lo sama yang namanya Om Sam."
Senyum manis mengembang dibibir tipis Raya sekejap, lantas memudar begitu cepat. Raya menunduk sambil mencabuti rumput disebelahnya. Gadis itu mudah sekali merasa pesimis. "Dari dulu gue pengen banget jadi pelukis. Tapi, orang tua gue bilang gambaran gue jelek," ujarnya.
Satriya mengerjapkan matanya berulang kali. Dia tidak percaya dengan yang dikatakan Raya. "Masa sih? padahal itu bagus lho, serius deh."
Mungkin semua orang yang melihat gambaran Raya akan menilai bagus, kecuali orang tuanya. Tapi gadis itu tidak pernah percaya, dia selalu merasa gambarannya memang jelek. Dia menggambar hanya untuk mengekspresikan perasaannya.
Raya tak menjawab pertanyaan Satriya. Gadis itu dengan santainya merobek gambarannya dan meremasnya tanpa penyesalan lalu membuangnya ke tong sampah yang tak jauh dari tempatnya duduk. Sedangkan Satriya hanya memangdangnya penuh tanda tanya. "Kok dibuang?"
"Gak penting," jawab Raya dengan entengnya. Satriya semakin heran dengan gadis yang saat ini bersamanya. Kebanyakan orang akan menyimpan karyanya, Raya justru membuangnya tanpa segan.
"Lo gak sayang sama gambaran lo sendiri?" Sebenarnya hampir mirip dengan Satriya yang tanpa sayang-sayang membuang-buang uangnya pada pedagang kaki lima untuk memanjakan lidahnya, bahkan juga membuangnya pada anak yatim dan duafa.
"Besok-besok kan bisa gambar lagi." Sungguh tidak bisa dipercaya, gambaran itu seperti tidak berharga sama sekali bagi Raya. Tapi bukan karena tidak sayang, Raya membuangnya karena ada alasan tersendiri.
Disaat banyak gadis diluaran sana mencurahkan isi hatinya pada sang ibu atau buku diary, Raya hanya bisa menggambar lantas membuangnya begitu saja. Dengan membuang hasil gambarannya, gadis itu merasa bisa melupakan apa yang baru saja dia rasa. Dia tidak ingin siapapun tahu isi hatinya bahkan dirinya sendiri sekalipun.
"Mau kemana lo?" teriak Satriya pada Raya yang melenggang pergi tanpa pamit. "Pulang,"
"Heh, main pulang aja, sini dulu!" Satriya menepuk-nepuk tanah disebelahnya. Isyarat untuk Raya kembali duduk. Raya mengerutkan keningnya. "Ngapain?"
"Ngobrol-ngobrol dulu ngapa?"
Raya memutar bola matanya. "Males banget ngobrol sama lo?" Tidak ada faedahnya ngobrol dengan cowok menyebalkan seperti Satriya.
Satriya menaik-naikkan alisnya, "Lo beneran gak minat ketemu sama Om Sam?" Laki-laki itu menyunggingkan senyum devil yang menyebalkan.
Raya kembali menghampiri Satriya, dan... Gotcha! Satriya berhasil membujuk Raya. Gadis itu lantas duduk bersila di depan Satriya sambil menopang pipinya dengan kedua telapak tangannya sendiri. "Kapan kita bisa ketemu sama yang namanya Om Sam?" tanya Raya dengan penuh harap.
Satriya mendadak kesulitan menelan salivanya, terlihat dari jakunnya yang naik turun. Laki-laki itu tidak tahan ditatap dengan tatapan puppy eyes Raya. Wajah Raya memang tak semulus wajah Theresia, Jessica maupun Aurel yang glowing, Shining, shimmering, splendid, selicin porselen sampai nyamuk yang hinggap dipipinya bisa terpeleset. Hanya saja wajah mungil Raya enak dilihat, dan mungkin Satriya akan betah memandangnya setiap hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA (End)
Teen Fiction[Masih berantakan karena proses Revisi] Satriya hanya melihat Raya sebagai gadis yang menyukai Galang. Gadis itu sangat menjaga privasinya sampai tak ada yang tahu permasalahan sekecil apa pun yang menimpanya. Lambat laun Satriya semakin menemukan h...