Latte dan Yoga

1.3K 149 6
                                        

Bismillah,

"Ngapain kamu di sini?" tanya Naira, matanya bersinar hangat menatap Yoga yang sekarang sudah duduk di depannya.

"Kenapa? Kamu keberatan?"

"Bukan gitu, Ga,"

"Kamu sih ngelamun dari tadi, aku udah ngikutin kamu sejak kamu keluar klinik." Yoga menghirup lattenya dengan santai.

"Kamu ngikutin aku?" tegas Naira.

"Iya, aku udah nungguin kamu sejak jam 5 sore. Kamu nggak keluar-keluar, aku sempet liat Erra pulang. Aku pikir kamu bareng, ternyata Erra sama suaminya."

Naira semakin tertegun mendengar penjelasan Yoga. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, ada sedikit degupan merdu di jantungnya. Yoga benar-benar membuatnya tersanjung.

"Nggak mau coba lattenya?" Yoga mengulurkan cangkirnya, Naira menggeleng dengan pipi merona.

"Udah kamu minum gitu,"

"Kamu bisa minum di sebelah sini, kan." Yoga menunjuk bagian cangkir yang belum disentuh bibirnya. Lelaki itu menarik satu sudut bibirnya, ekspresi Nai dengan pipinya yang merona membuat jantungnya melonjak senang.

"Nai, aku khawatir sama kamu. Kemarin aku wa, kamu nggak balas. Udah di read tapi nggak dibales juga, kasian ya aku." Yoga terkekeh.

"Sorry, Ga, aku lagi banyak kerjaan kemarin,"

"Oh gitu, aku pikir kamu lagi ngindarin aku,"

"Nggak lah, ngapain ngindarin kamu," tolak Naira.

"Ya ... aku takut aja kamu ada masalah sama Mas Alfi." Yoga sengaja menundukkan wajahnya, menatap bentuk hati yang sudah terkoyak di atas lattenya.

Naira diam, pura-pura sibuk dengan tehnya. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Perempuan itu ingin menceritakan tentang permasalahannya dengan Alfi, berharap Yoga dapat memberi saran. Tapi rasanya dia tidak sanggup merusak malam ini dengan pembicaraan yang mengingatkannya pada masalah.

"Nai, kok diem aja, sih? Kalo ada yang bisa aku bantu, bilang aja kali," desak Yoga.

Nai menghirup udara, mempersiapkan dirinya untuk mengatakan keputusan berat. "Ga, aku pengen ... kita nggak sering-sering ketemu."

Yoga langsung menatap Naira. Matanya bersinar takut, dan dua alisnya bertemu.

"Maksud kamu apa, Nai?"

"Aku nggak mau kita sering-sering ketemu, Ga. Aku nggak mau ada salah paham dengan Mas Alfi. Masalahku sudah cukup banyak, tanpa ada masalah lain tentang kedekatan kita." Nai terlihat emosi.

Pembicaraan mereka terjeda ketika waiter datang dengan spagetti bolognese dan garlic bread pesanan Yoga.

"Tapi, Nai kita kan nggak ngapa-ngapain. Kita cuma ketemu, itu aja. Apa salahnya sih?"

"Salah karena aku istri Mas Alfi, dan kamu sepupunya,"

"Oke, aku paham, Nai. Tapi coba kamu bilang sama aku,"

Nai menatap Yoga yang juga menatapnya dalam.

"Bilang sama aku, kalo misalnya kamu nggak menikah sama Mas Alfi, apa kamu nggak mau ... deket sama aku?"

Nai tersentak, cangkir teh di sampingnya tersenggol dan menumpahkan sedikit isinya. Pertanyaan Yoga seperti jebakan. Naira membiarkan pertanyaan Yoga tidak terjawab.

"Aku nggak bisa jawab pertanyaan itu, Ga."

"Kenapa nggak bisa jawab?! Tinggal bila 'iya' atau 'enggak', Nai," Yoga menggeram. Lelaki itu mengatupkan rahangnya.

Bukan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang