Bismillah,
"Mas, udah ketemu Fendra?" tanya Ifa, menyebut nama pegawai WO yang menangani pernikahannya. Sebenarnya ini pertanyaan tidak penting, tapi Ifa mulai tidak nyaman dengan kesunyian di dalam mobil Alfi.
Mereka dalam perjalanan ke rumah orangtua Ifa untuk menjemput Fatih. Setelahnya Alfi akan mengantar Ifa pulang. Hari ini Hasti meminta calon menantunya datang untuk menemani. Hasti merasa tidak sehat beberapa hari ini.
"Belum." Alfi menggeleng.
"Nggak ada yang penting sih, cuma Fendra nanya bunganya mau dikasi apa aja," sambung Ifa.
"Terserah kamu aja," sahut Alfi. Matanya masih menatap jalanan, tidak sedikit pun melirik Ifa.
Ifa memutuskan untuk diam sebentar. Mungkin Alfi sedang banyak pikiran, pikirnya. Tapi keheningan itu berlanjut, dan terasa bising. Ifa menghela napas berat.
"Mas Alfi ... lagi ada masalah?"
"Nggak," kata Alfi datar.
"Kalo Mas Alfi capek, saya turun di sini aja. Nanti gampang pake taksi online aja," ucap Ifa lirih. Dia merasa Alfi mungkin memerlukan waktu untuk sendirian. Suasana yang senyap dan jawaban pendek Alfi terasa menyiksanya.
"Maksud kamu apa? Kamu turun di situ trus ada yang jemput gitu?" tanya Alfi. wajahnya mulai terlihat kesal.
"Jemput? Maksud Mas siapa? Aku bisa pulang sendiri kok, biasanya juga pulang sendiri, kan," jawab Ifa lembut. Dia berusaha tidak terpancing.
"Aku mau tanya, Fa. Apa kamu dan Abi pernah ada hubungan sebelumnya? Atau dia udah menyatakan cinta sama kamu? Atau gimana? Jelasin sama aku."
Ifa menghembuskan napas. Ternyata ini yang membuat calon suaminya kesal. "Saya nggak pernah ada hubungan sama dia, selain hubungan profesional, Mas. Dan dia juga nggak pernah nyinggung masalah perasaan. Lagian saya juga nggak peduli sama perasaan dia, saya cuma peduli perasaan Mas Alfi."
Alfi langsung menoleh mendengar perkataan Ifa. Dia menyesal sudah bereaksi tidak logis pada calon istrinya. Menjelang pernikahan berbagai kekhawatiran terasa menekan Alfi. Tingkah Naira, hubungan Azwar-Amanda, dan Abi yang tiba-tiba muncul dengan pertanda cinta untuk calon istrinya.
Mereka berdua diam. Mobil Alfi berhenti di perempatan karena lampu lalu lintas menyala merah.
Dia melirik Ifa yang sedang menatap keluar. Tangan Alfi bergerak, meraih jemari Ifa dan meremasnya lembut. Hanya beberapa detik, tapi Alfi merasakan energi positif mengalir.
"Maafkan saya, Fa. Saya kesel banget, dan cemburu. Tadi ... ketemu Abi, dan dia bilang kamu spesial. Saya tahu dia suka sama kamu, dan itu bikin saya kesel banget. Saya nggak ngerti kenapa dia tiba-tiba ngomongin kamu."
Alfi melepaskan genggamannya. Ifa menoleh, menatapnya dengan mata bersinar lembut. Senyum tipis terbit di bibirnya yang berwarna peach.
"Mas Alfi nggak perlu kesal sama dia, karena dia bukan siapa-siapa buat saya. Dan ... lain kali kalo cemburu bilang aja langsung, nggak usah pake acara ngambek-ngambek gini," goda Ifa sambil mengikik.
Alfi mengusap tengkuknya lalu nyengir. Mereka berdua saling melirik, lalu tertawa. Dalam hati Alfi bersyukur Ifa yang akan menjadi istrinya. Perempuan itu tidak ikut emosi menanggapi kekesalannya.
"Mas, semua hal yang kita inginkan akan datang bersamaan dengan hal yang nggak kita inginkan," kata Ifa.
Kening Alfi berkerut. "Maksud kamu?"
Ifa tersenyum sabar. "Saya ... ingin Mas Alfi untuk jadi suami saya. Dan itu sebentar lagi insya Allah akan tercapai. Jadi, saya harus siap nerima semua hal yang berhubungan dengan Mas, yang nggak saya ingin. Seperti ... masa lalu Mas Alfi, mantan istri Mas dan nggak tau apa lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Untukmu
RomansKetika Alfi mulai mencintai Nai, wanita itu memilih untuk menjauh. Spin off 'Orang Tua Sempurna'. Note: sebagaian besar kejadian dalam cerita ini tidak persis sama dengan 'Orang Tua Sempurna'. Hal ini ditujukan sebagai improvisasi untuk membuat ceri...