42 Sakit Hati dan Obsesi

1.6K 181 22
                                    

Bismillah,

Naira memasuki ruangannya. Masih sepi, karena dia sengaja datang lebih pagi. Rumahnya yang sunyi terasa menyiksa akhir-akhir ini. Yoga memang masih datang, tapi perasaan perempuan itu pada tunangannya terasa aneh.

Seorang OB datang, dan meletakkan secangkir teh untuk Naira. Perempuan itu hanya mengangguk tanpa senyum pada si OB.

Tangan terawat dengan kuku dicat itu memijit keningnya perlahan. Naira tahu dia stress dan memikirkan banyak hal belakangan ini. Hubungannya dengan Yoga yang kadang memanas, dan perdebatan mereka yang melelahkan. Tapi anehnya semuanya selalu berakhir di ranjang Naira. Seolah-olah hubungan toksik mereka selalu bisa diselesaikan dengan seks.

Naira mengeluarkan ponselnya, rasanya dia harus mengalihkan pikirannya dari Yoga. Beberapa notifikasi intagram terlihat di layar ponsel. Kening Naira berkerut. Dia memang memasang fitur turn on notification untuk akun Danil, dan sekarang mata Naira sedang mengawasi notifikasi itu.

Dengan tak sabar jarinya langsung mengetuk, membuka notifikasi itu. Dalam hitungan detik unggahan Danil langsung memenuhi ruang pandangnya. Jantung Naira meronta menyakitkan di dalam sana. Foto-foto itulah penyebabnya.

Alfi dan istrinya dalam berbagai pose, tersenyum tanpa ragu. Bukan hanya satu atau dua foto, tapi puluhan foto. Sepertinya Danil sengaja memasang foto-foto itu. Rahang Naira menggeretak. Alfi yang terlihat sangat bahagia memicu emosinya.

Mantan suaminya itu bahagia, melangkah maju bahkan sudah menata hidupnya.

Naira tidak rela. Ini tidak bisa dibiarkan. Alfi tidak boleh bahagia tanpa dirinya. Pikir Naira. Jemari Naira mencengkram ponselnya. Dia bernapas dengan tersengal, Ada kemarahan yang menyesaki dadanya.

Berikutnya, jari lentik Naira membuka akun instagram Alfi. Lagi-lagi jantungnya berdetak cepat. Hanya satu unggahan baru, tapi foto itu langsung menyita seluruh pemikiran Naira. Foto dengan banyak like itu memperlihatkan Alfi menggendong seorang bocah lelaki, dengan Ifa berdiri rapat tepat di sampingnya. Mereka bukan hanya terlihat bahagia, tapi sempurna.

Napas Naira berpacu, dia merasa sesak. Belum lagi kepalanya yang nyaris meledak melihat kemesraan Alfi dan istrinya. Tangan mungil Naira meremas ponselnya, lalu melemparkan benda mahal itu ke lantai. Tidak hanya itu, komputer baru yang berada tepat di hadapannya, menjadi sasaran kemarahan Nai.

Perempuan itu melempar semua yang ada di mejanya. Mengacaukan apa saja yang tidak bersalah. Cangkir teh, sebuah bola kaca dengan air dan salju tiruan, tempat pensil, semuanya berserakan di lantai.

"Bu, Bu Naira kenapa, Bu?"

OB yang tadi membawakannya teh memasuki ruangan dengan wajah pucat. Lelaki muda itu mematung di ambang pintu, menatap Naira yang masih mengamuk.

Seseorang menerobos ke dalam ruangan, berdiri dengan mata memelotot melihat kekacauan itu.

"Bud, Naira kenapa, sih?" tanya Erra yang baru saja datang.

"Saya juga nggak tau, Bu. Tadi pas saya nganter teh Bu Naira nggak papa," jawab Budi si OB.

Sejenak Erra tidak tahu harus melakukan apa. Untuk masuk ke ruangan itu pun dia tidak berani. Pecahan kaca berserakan, dan Naira masih belum berhenti melempar barang. Sebuah lukisan ikut menjadi sasaran.

"Bud, panggil security," kata Erra akhirnya. Budi mengangguk dan berlari ke lobi.

Sedangkan tangan Erra yang gemetar meraih ponsel. Di kepalanya hanya ada satu nama yang muncul. Dia tidak tahu lagi siapa yang bisa menenangkan Naira.

[Halo, Gas, ini adek kamu ngamuk. Aku juga nggak tau kenapa. Kamu ke sini ya, kayanya cuma kamu yang bisa ngatasi ini.]

Erra segera mematikan sambungan setelah Bagas -kakak Naira- mengiyakan. Perempuan itu melirik arlojinya, menunggu beberapa detik. Tak lama seorang petugas keamanan datang. Lelaki tegap itu memasuki ruangan dan meminta Naira tenang. Sebuah vas bunga yang melayang, nyaris menabrak kepala petugas keamanan.

Bukan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang