23 Fatih dan Bri

1.4K 161 33
                                    

Bismillah,

Tiga orang dewasa yang berdiri di ruangan itu sama-sama diam. Ruangan bernuansa oranye itu senyap, hanya suara bisikan angin yang membelai lembut dedaunan. Alfi berdehem, lalu berlutut mendekati Fatih.

"Hm, kita bisa pergi lagi tapi, nanti ijin Mama dulu ya, Fatih," kata Alfi sambil membelai lembut kepala bocah itu.

Fatih tersenyum lebar, memperlihatkan gusinya yang ompong. Bocah berambut lurus itu mendekat, lalu mengalungkan lengannya pada Alfi yang langsung menggendongnya.

Abi berdiri resah. Melihat pemandangan itu membuat jantungnya berdegup tidak tenang. Sudah tiga bulan Fatih berkonsultasi dan melakukan terapi dengannya. Itu artinya sudah tiga bulan juga kehadiran Ifa membuat hatinya yang abu-abu berubah warna. Kedekatan Fatih dengan Alfi tentu saja meruntuhkan harapan Abi untuk bisa mengambil hati Ifa.

"Fatih, mau ikut Om Abi sekarang?" tanya Abi ragu.
Fatih beralih menatap Abi yang tersenyum ragu. Lalu, mata kecilnya kembali pada Alfi. "Papa Al mau nunggu Fatih belajar sama Om Abi nggak?"

Ruangan itu sepi lagi karena pertanyaan Fatih. Ifa langsung menunduk, menggigit bibirnya dengan gugup.

"Tante Ifa, halo, Tante, Assalamualaikum."

Tiba-tiba Bri datang, langsung memeluk kaki Ifa yang sedang tertegun. Bocah itu mendongak dan tersenyum lebar.

"Tante, aku sudah bisa nyusun lego," kata Bri sambil menarik ujung jilbab Ifa.

"Wah pinter dong, coba Tante mau liat," jawab Ifa setelah beberapa detik. Dia perlu menormalkan detak jantungnya karena tingkah spontan Bri. Bocah itu memang menyukai Ifa sejak pertama kali mereka bertemu.

Bri menarik tangan Ifa. Perempuan itu mengikutinya sambil tersenyum. Semua ini tidak lepas dari pandangan mata Alfi yang penuh khawatir.

"Tante kenapa lama nggak ketemu Bri?"

"Kakak Fatih habis sakit, Bri, jadi Tante nggak main ke sini," jawab Ifa. Tangannya ikut sibuk mengulurkan lego pada Bri.

"Bri nggak suka kalo nggak ada Tante," celoteh Bri.

"Kan ada Tante Yola, Bri bisa main sama Tante Yola."

"Bri nggak suka sama Tante Yola, galak."

Ifa membelalakkan matanya mendengar jawaban Bri. Perempuan itu menoleh, menatap Abi yang mengangkat bahu.

Ifa mengenal Yola karena perempuan itu beberapa kali datang ke klinik. Mereka sempat berbincang, dan Ifa menyadari perasaan suka Yola pada Abi. Itu mudah sekali ditebak dari perhatian Yola pada Abi. Sayangnya perempuan single itu belum bisa mengambil hati Bri. Bocah aktif itu lebih lengket pada Ifa.

"Tante Yola baik kok, Bri, inget nggak dia pernah bawain puding buat Bri," rayu Ifa. Tangannya mengulurkan lego yang sudah dibentuk mobil pada Bri.

"Nggak, Bri nggak suka puding."

Bri berdiri, melempar lego yang sudah setengah jadi. Bocah itu lalu berlari, menjauhi Ifa yang melongo. Abi hanya menggeleng-geleng melihat kelakuan anaknya.

"Bri, nanti Tante aja yang bawa puding. Tapi ... kita clean up dulu yuk," kata Ifa yang sekarang sudah berhasil mengejar dan merangkul Bri. Bocah itu mengangguk, sebelum melepaskan diri dan membereskan mainan dengan sembarangan.

Lalu, Bri tiba-tiba mendekati dan mencium pipi Ifa sambil berteriak. "Aku sayang Tante, Tante Ifa jadi Mamaku aja!"

Abi memelotot, tidak menyangka Bri akan mewakilinya mengungkapan perasaan. Lelaki itu diam, dengan jantung yang berdetak ribut di dalam sana. Di depannya, Ifa juga mematung dengan tangan Bri melingkar di lehernya.

Bukan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang