Bismillah,
Amanda menunduk, menghindari tatapan Hasti beberapa menit yang lalu. Kamar itu sepi selama beberapa saat, walaupun ada dua orang yang sekarang menatap Hasti dan Amanda dengan perasaaan campur aduk.
"Duduk, Manda," perintah Hasti lirih.
Gadis dengan ekspresi tegang itu mengangguk kaku. Lalu duduk di kursi yang ditunjuk Hasti.
Sedangkan Widati mematung, menatap kakaknya dengan putri bungsunya bergantian. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi hari ini. Pagi tadi Alfi datang dan membawanya ke rumah sakit. Dia memang memutuskan tidak akan bertanya. Sebab begitu banyak pertanyaan dan perkataan yang ingin diucapnya.
Widati bingung sekaligus resah dengan semua kejadian ini. Peristiwa tadi pagi terbayang lagi di kepalanya. Widati mengusap wajahnya yang terasa panas. Wajah Yoga yang berang dan kalimatnya, semua berseliweran tanpa bisa dihentikan.
"Mau apa kamu ke sini, Al?" tanya Yoga sinis. Panggilan 'mas' sudah lama dilupakannya. Sejak Naira membandingkannya dengan Alfi, Yoga tidak lagi memanggil Alfi dengan 'mas'. Egonya terluka parah sehingga melupakan sopan santun.
"Aku nggak ada urusan sama kamu, Ga. Aku ke sini karena Tante Widati," balas Alfi tak kalah sinis.
Yoga menyeringai dengan ekspresi menyebalkan. "Aku nggak ngijinkan Mamaku ketemu sama kamu."
"Sorry, Ga, aku nggak perlu ijin kamu. Kamu memang anaknya, tapi kayanya kamu sudah gagal jadi panutan sebagai anak laki-laki," tekan Alfi.
Dia sengaja mengejek Yoga, menantang adik sepupunya yang sedang frustasi itu. Hari ini Alfi melupakan sifat sabarnya. Dia sudah capek diinjak-injak Yoga.
"Oh ya?! Jadi kamu sukses jadi suami?! Naira akhirnya lari ke pelukan aku, itu karena kamu nggak becus jadi suami!"
"Makasih ya, Ga. Makasih sudah ngakuin kalo emang Naira lari ke pelukan kamu, dan makasih karena sudah ngambil Naira. Aku ngelepas kerikil nggak berharga, dan sekarang dapet berlian. Sialnya, sekarang kerikil itu punya kamu! Sangat adil, yang nggak berharga ketemu yang lebih nggak berharga," desis Alfi. Senyum lebar yang mengejek terbit di bibirnya.
Yoga maju dan menarik kerah kemeja Alfi. Wajahnya memerah. Emosinya yang sedang labil ditambah kalimat mengejek Alfi menampar Yoga habis-habisan. Apalagi ketika dilihatnya Alfi masih tenang, tidak berusaha menepis tangan Yoga di kemejanya.
"Apa yang terjadi sama kamu dan Naira, masih akan berlanjut, Ga. Jangan mikir kamu akan hidup bahagia selamanya, ini semua cuma awalnya aja."
Yoga mencengkram kerah kemeja Alfi. Semakin tersulut dengan ucapan kakak sepupunya. "Emang kamu mau bales apa hah?! Mau misahin aku sama Naira? Itu udah nggak mungkin, Al!"
Tangan Alfi meraih tangan Yoga dengan kasar. Melepas cengkraman itu dari kerahnya. Dia mundur, menatap tajam pada Yoga yang kelihatan gugup. Tak jauh dari mereka, Widati berdiri kaku. Menatap dengan cemas perdebatan keduanya yang dilingkupi amarah.
"Kamu memang nggak akan pernah berpisah lagi dari Naira. Kalian cocok! Jadi selamat, selamat menjalani hidup kamu sama Naira. Tapi inget, Ga. Kalo suatu hari kamu datang dan minta maaf, aku nggak akan pernah memaafkan kamu dan Naira! Nggak akan!"
Wajah menyeringai Alfi yang terlihat mengintimidasi memenuhi ruang pandang Yoga. Dan Widati melihat itu semua dengan desiran aneh di hatinya. Dia pun merasakan kalau Alfi tidak main-main dengan kata-katanya.
Keponakannya itu terkenal sabar dan suka mengalah. Tapi dua sifat itu seakan terlupakan hari ini. Dua tangan Widati saling meremas, dia tidak bisa menjelaskan perasaan gelisahnya hari itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Untukmu
RomanceKetika Alfi mulai mencintai Nai, wanita itu memilih untuk menjauh. Spin off 'Orang Tua Sempurna'. Note: sebagaian besar kejadian dalam cerita ini tidak persis sama dengan 'Orang Tua Sempurna'. Hal ini ditujukan sebagai improvisasi untuk membuat ceri...