58 Terus Menyakiti atau Pergi

1.8K 179 40
                                    

Bismillah,

Coffee shop yang apik itu terasa pengap. Yoga berdiri kikuk, di bawah tatapan menghujam Alfi. Sedangkan Naira membuang muka. Sesekali matanya melirik Ifa dengan geram.

Ifa menyadari tatapan itu. Jadi dia menarik kursinya, mendekati suaminya lalu menjalin jemari mereka. Rahang Naira mengatup ketat melihat itu. Tadinya dia berharap melihat ketegangan antara Alfi dan Ifa. Foto-foto yang direkayasanya pasti membuat pasangan itu bertengkar, pikirnya.

Nyatanya dia salah. Alfi dan Ifa bahkan terlihat semakin lengket. Saling menempel dengan penuh cinta.

"Mau duduk atau tetap berdiri, saya nggak peduli," kata Alfi.

Yoga mengangguk, lalu mengajak Naira duduk dengan isyarat. Lelaki itu kesulitan menarik kursi, dan Naira sama sekali tidak membantu.

"Apa kabar, Mas?" Yoga mengulurkan tangannya yang sekarang gemetar.

"Baik," sahut Alfi tanpa membalas jabat tangan itu.

Yoga menarik lagi tangannya. Naira melihat itu dengan senyum mengejek. Dia heran kenapa Yoga mau bersusah payah menarik simpati Alfi.

"Ini ... istri Mas Alfi?" tanya Yoga. Dia mengangguk dan tersenyum ramah pada Ifa yang membalasnya.

"Iya, saya harus berterima kasih sama kamu. karena kamu berkhianat dengan dia," kata Alfi sambil menunjuk Naira dengan dagunya. "Saya jadi ketemu lagi dengan cinta pertama saya."

Kalimat itu memicu emosi Naira. Amarah perempuan itu menggelegak, tapi Naira tidak punya keberanian untuk menunjukkannya di depan Alfi.

"Selama saya menikah sama Naira, saya nggak bisa ngelupain Ifa. Saya nikah sama Naira karena ter-pak-sa. Ayah kamu dulu memohon supaya saya nikah sama kamu. Dia berharap kamu berubah. Sayang, bibit yang buruk nggak bisa berubah segampang itu."

Yoga menunduk dalam. Dia tidak punya niat untuk membalas perkataan kakak sepupunya, karena semua itu benar. Naira tidak berubah. Beberapa hari ini Yoga berkeras membujuknya untuk minta maaf pada Alfi. Tapi Naira menolak keras.

"Jadi, kalo dia nuduh saya selingkuh jauh sebelum dia sendiri berzina sama kamu, itu memang benar. Ya, saya selingkuh karena kamu nggak pantas dapat kesetiaan saya, Nai. Bedanya, saya nggak pernah berzina, nggak kaya kamu. Kamu itu menjijikkan."

Kalimat panjang Alfi membuat dada Naira semakin panas. Giginya menggeretak menahan kemarahan. Rasa bencinya pada Alfi dan Ifa semakin berlipat-lipat.

Ifa meremas jemari Alfi, memberinya isyarat untuk berhenti. Dia khawatir situasi ini akan memanas jika Alfi terus memprovokasi Naira. Alfi meliriknya, dan tersenyum menenangkan.

"Maafkan kami, Mas. Kami udah berbuat banyak salah, mungkin sekarang sudah terlambat tapi saya nggak akan berhenti minta maaf. Saya akan buktikan kalo saya berubah, Mas," kata Yoga.

Alfi menatap Yoga tajam. Dengan ekor matanya, dia bisa menangkap kegusaran Naira. Perempuan itu mungkin kesal mendengar permohonan Yoga.

"Maaf itu gampang, Ga. Sayangnya ada beberapa kesalahan yang nggak pantes dimaafkan," tegas Alfi.

"Terutama kalo kesalahan itu terus diulangi," lanjutnya.

"Maksud Mas Alfi?"

"Tanyakan sama istri kamu!"

Yoga menoleh, menatap Naira untuk meminta jawaban. Apa yang sudah dilakukan Naira sekarang? Pikirnya.

"Saya masih bisa toleransi gangguan Naira ke saya, tapi ... dia sudah mengusik istri saya. Jadi saya harus pastikan dia bisa dikendalikan," terang Alfi.

Bukan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang