53 Maaf atau Membalas?

1.5K 172 25
                                    

Bismillah,

Mobil SUV yang dikendarai Naira dan Yoga berhenti di basement. Area parkir cukup ramai karena ini akhir pekan. Naira turun, kemudian membantu Yoga yang melangkah tertatih. Mereka lalu memasuki lift yang naik ke lobby.

Perempuan bergaun kuning itu memilih duduk di sofa, sembari menunggu petugas yang akan mengantar mereka ke kamar yang sudah dipesan. Yoga juga duduk tak jauh darinya, lelaki itu terlihat melamun. Sementara Naira mengedarkan pandang, menikmati lobby yang ditata dengan apik.

Hotel yang dipesan Nurcholis untuk Yoga dan Naira terletak di daerah wisata yang cukup dingin. Lelaki sepuh itu memberi hadiah menginap di hotel bintang lima, supaya Yoga dan Naira bisa bersantai sejenak. Nurcholis sangat memahami kesulitan hidup yang dihadapi sepasang suami istri itu selama tinggal di Jakarta.

Naira termenung, teringat percakapan dengan ayahnya kemarin. Lelaki yang disayanginya itu harus beristirahat setelah terkena serangan jantung. Karena itulah Nurcholis meminta Naira pulang.

"Sudah waktunya kamu berdamai dengan masa lalu, Nai." Nurcholis menatap putri bungsunya yang duduk di samping ranjang.

"Maksud ayah?"

"Minta maaf sama Alfi, sama Ibu Mertuamu dan Keluarga Alfi," lanjut Nurcholis.

Mata Naira membulat. Dia awalnya memang berniat meminta maaf walaupun harus menanggung malu. Tapi melihat betapa Alfi bahagia dengan istri dan kedua anaknya kemarin, pikiran Naira mulai bergeser. Ada kemarahan yang bertunas karena Alfi sepertinya sudah lama mencintai Ifa. Naira merasa dia dikhianati.

"Kenapa harus gitu, Yah?"

"Minta maaf itu bukan tanda kelemahan, Nai. Justru itu menunjukkan kalo kamu besar hati. Kamu dan Yoga sudah banyak salah sama Alfi dan keluarganya. Siapa tau setelah minta maaf kamu dan Yoga bisa mulai lagi hidup yang baru, yang lebih tenang. Mungkin juga punya anak, iya kan?" Nurcholis masih bersikeras.

Senyum bijak lelaki tua itu terbit. Dia tahu Naira tidak mudah diyakinkan, tapi sebagai ayah dia masih berharap Naira memperbaiki diri dan hidupnya.

"Gimana caranya aku minta maaf, Yah?" Naira masih beralasan.

"Itu terserah kamu dan Yoga, cari cara yang baik. Selesaikan semua kejadian di masa lalu dengan maaf. Sangat gampang, Nai. Keputusan sepenuhnya ada di kamu dan Yoga. Ini bukan masalah bisa atau nggak, tapi mau atau nggak."

Nurcholis memejamkan matanya. Rasanya nasihatnya sudah cukup jelas. Dia percaya Naira dan Yoga cukup dewasa untuk memahami apa yang akan dikatakannya. Gelagat yang ditunjukkan Naira cukup jelas untuk Nurcholis. Putri bungsunya itu enggan meminta maaf, entah karena apa.

"Maaf, Ibu. Kamarnya sudah siap, petugas kami akan mengantar Ibu ke kamar."

Lamunan Naira terjeda. Dia mengangguk lalu tersenyum tipis pada petugas hotel. Dengan langkah berat dia menghampiri Yoga, membantu lelaki itu berdiri dan menggandengnya. Yoga biasanya perlu beberapa saat untuk menyeimbangkan dirinya sebelum melangkah.

Lagi-lagi kenangan menghampiri perempuan bergaun kuning itu. Teringat ketika Alfi memergokinya di kamar 722 bersama Yoga. Naira mendesah. Setiap kali bayangan Alfi mengganggunya, kemarahan dalam dadanya menggelegak.

Jadi waktu dia mergokin aku sama Yoga, dia juga udah lama selingkuh sama si Ifa itu. Sialan! Bisa-bisanya dia bohongin aku selama bertahun-tahun.

Naira mengerang dalam hati.

"Nai," bisik Yoga.

"Ada apa?"

Bukan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang