Warning dan Disclaimer: PART INI MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN
Bismillah,Naira mengulurkan tangannya pada gelas lemon tea. Tangan terawat itu gemetar hebat. Belum lagi wajahnya yang memucat. Dia merasa sulit bernapas.
"Nai, kamu nggak papa?" tanya Ravin. Lelaki itu membantu Naira meraih gelasnya.
Naira mematung. Ingin menggelengkan kepala, tapi seluruh tubuhnya kaku. Dia tidak menyangka Jovanka akan datang dengan fakta mengejutkan sekaligus menakutkan. Satu penyesalan lagi datang, menghantam Naira tanpa ampun.
Tanpa sadar air matanya menetes. Dia marah pada Yoga, pada kebodohannya dan hidupnya yang sekarang begitu mengenaskan.
"Tenang dulu, Nai. Coba istighfar," saran Ravin. Dia tahu sarannya terdengar menggelikan. Ravin tidak yakin Naira tahu artinya istighfar.
"Baca astaghfirullah, Nai. Trus Tarik napas, atur napas. Nangis aja gapapa, jangan ditahan." Ravin memberikan selembar tisu.
Naira meraihnya perlahan dan mengusap wajahnya yang basah. Dia tidak peduli dengan pandangan mata ingin tahu beberapa pengunjung. Perempuan itu sedikit bersyukur dia tidak sendirian ketika Jovanka mendatanginya tadi.
Beberapa menit kemudian Naira mulai tenang. Punggungnya bersandar lelah. Sebotol air mineral yang dipesankan Ravin sudah diminumnya separuh. Perempuan itu menatap Ravin dengan mata bersinar muram. Sedangkan Ravin terlihat sangat tenang. Lelaki itu sedang memainkan ponselnya.
"Kalo kamu mau duluan pergi aja nggak papa, Vin."
"Santai aja, aku nggak buru-buru kok. Kamu mau dianter pulang?" tanya Ravin.
"Kamu mau nganter aku pulang naek motor? Ck, kamu waras? Aku bawa mobil," desis Naira.
Ravin malah terbahak lirih. Dia sudah sangat hapal gaya Naira yang ketus dan sombong. Ego besar itu sebenarnya untuk menutupi rapuhnya kepribadian perempuan itu. Sikapnya yang menyebalkan itu membuat Naira tidak banyak memiliki teman. Tebakan Ravin, mungkin itu yang membuat Naira bersikap begitu.
Perempuan itu ingin perhatian.
"Aku cuma basa basi kali, Nai. Aku tau kamu nggak bakalan mau naik motor. Apalagi kelas motor matik kaya punyaku," lanjut Ravin masih tertawa.
Wajah Naira masih membeku. Sama sekali tidak terpancing untuk ikut tertawa bersama temannya. Tapi, dia lagi-lagi bersyukur karena Ravin kelihatan ingin menghiburnya.
"Kalo mau pulang pastikan kamu udah tenang, Nai. Tanya sama Yoga, tanya dengan cara yang baik. Nih ya, kalo kamu lupa cara nanya baik-baik aku ajarin dulu. Laki-laki itu paling nggak suka dikonfrontasi," kata Ravin panjang lebar.
Satu sudut bibir Naira terangkat. Senyum sinisnya muncul. "Ck, nanya baik-baik. Nggak usah aku tanya juga aku udah tau jawabannya. Udah nggak usah ceramah. Tapi makasih udah nyoba menghibur aku."
Ravin menggeleng dan tersenyum tipis. Ekspresi wajahnya tetap tenang mendengar jawaban Naira. Rasanya dia tidak terlalu terkejut dengan pengakuan Naira. Sedikit banyak dia sudah tahu bagaimana kisah hidup Naira.
Menikah dengan lelaki baik, lalu bercerai dan jatuh ke pelukan serigala yang menyamar menjadi pria charming. Ravin tidak heran kalau cerita Naira akan berakhir tragis.
"Makanya hidup tuh yang lurus. Dari sebelum SMA kamu suka nantang arus, tingkahmu aneh-aneh. Sekarang coba perbaikin, Nai. Masih belum terlambat."
"Apaan sih, Vin. Jangan ikut campur urusanku!"
"Bukan ikut campur, Nai. Kita udah temenan sejak lama, salah rasanya kalo aku nggak kasi tau kamu yang sebenernya. Kamu boleh tetep sama Yoga kalo kamu bisa memperbaiki semua. Aku pernah baca, lupa di mana. Seburuk apa pun sebuah hubungan, kamu tetep bisa memperbaikinya selama kamu emang punya niat dan berusaha untuk itu. Tapi kalo enggak, yaa buat apa maksa bertahan," cerocos Ravin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Untukmu
RomanceKetika Alfi mulai mencintai Nai, wanita itu memilih untuk menjauh. Spin off 'Orang Tua Sempurna'. Note: sebagaian besar kejadian dalam cerita ini tidak persis sama dengan 'Orang Tua Sempurna'. Hal ini ditujukan sebagai improvisasi untuk membuat ceri...